BIMBINGAN KONSELING ISLAM
A.
LATAR BELAKANG
Konselor
dalam Bimbingan Konseling Islam sangat penting untuk dikaji dan dipelajari.
Maraknya bimbingan konseling baik di sekolah maupun di suatu lembaga, membuat
kualitas konselor semakin mengalami persaingan. Islam sebagai agama yang
populer dengan ‘Islam Rohmatallil’alamiin’ sehingga dalam bimbingan konseling
Islam dibutuhkan konselor yang Islami. Konselor Islami tidak hanya memiliki
kompetensi professional sebagai konselor, tetapi juga kompetensi religius
sebagai orang yang beriman dan bertakwa (patuh agama).
Bimbingan
dan Konseling masih umum, sehingga diperlukan Bimbingan dan Konseling Islami
untuk melayani klien secara Islami, dengan konselor Islami. Pengetahuan dan
wawasan mengenai konselor penting untuk diketahui, apalagi konselor menjadi
salah satu komponen utama dalam Bimbingan Konseling. Sehingga dalam makalah ini
akan membahas mengenai Konselor dalam Persektif Bimbingan Konseling.
B.
PEMBAHASAN
1.
Definisi Bimbingan dan Konseling Islami
Bimbingan dan konseling
merupakan alih bahasa dari istilah Inggris guidance and counselling. Dulu
istilah counselling diindonesiakan menjadi penyuluhan (nasihat). Akan tetapi,
karena istilah penyuluhan banyak digunakan di bidang lain, semisal dalam
penyuluhan pertanian dan penyuluhan keluarga berencana yang sama sekali berbeda
isinya dengan yang dimaksud dengan counselling, maka agar tidak menimbulkan
salah paham, istilah counselling tersebut langsung diserap saja menjadi
konseling.
Adapun bimbingan Islami
dapat diartikan sebagai proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu
hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Dengan demikian bimbingan Islami
merupakan proses bimbingan sebagaimana kegiatan bimbingan lainnya, tetapi dalam
seluruh seginya berlandaskan ajaran Islam, artinya berlandaskan Al Qur’an an
sunnah Rosul.
Bimbingan Islami
merupakan proses pemberian bantuan, artinya bimbingan tidak menentukan atau
mengharuskan, melainkan sekedar membantu individu. Individu dibantu, dibimbing,
agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah. Maksudnya sebagai
berikut :
1. Hidup selaras dengan ketentuan
Allah artinya sesuai dengan kodratnya yang ditentukan Allah; sesuai dengan
sunnatullah; sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Allah.
2. Hidup selaras dengan petunjuk
Allah artinya sesuai dengan pedoman yang telah ditentukan Allah melalui
Rasul-Nya (ajaran Islam).
3. Hidup selaras dengan ketentuan
dan petunjuk Allah berarti menyadari eksistensi diri sebagai makhluk Allah yang
diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya; mengabdi dalam arti seluas-luasnya.
Dengan
menyadari eksistensinya sebagai makhluk Allah demikian itu, berarti yang
bersangkutan dalam hidupnya akan berperilaku yang tidak keluar dari ketentuan
dan petunjuk Allah, dengan hidup serupa itu maka akan tercapailah kehidupan
yang bahagia di dunia dan akhirat, yang menjadi idaman setiap muslim melalui
doa : “Robbana atina fid-dunya hasanah, wa fil akhirati hasanah, wa qinaa
‘adzaban-naar” (Ya Tuhan kami, karuniakanlah pada kami kehidupan dunia yang
baik pula, dan jauhkanlah kami dari siksa api neraka).[1]
Jadi
definisi bimbingan konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terarah,
kontinu dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan
potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara
menginternalisasikan nilia-nilai yang terkandung di dalam Alquran dan hadits
Rasulullah ke dalam dirinya, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan
tuntunan Alquran dan hadits.[2]
Pihak yang membantu adalah konselor, seorang mukmin yang memiliki pemahaman
yang mendalam tentang tuntunan Allah dan menaatinya. Bantuan itu terutama
berbentuk pemberian dorongan dan pendampingan dalam memahami dan mengamalkan
syariat Islam itu diharapkan segala potensi yang dikaruniai Allah kepada
individu bisa berkembang optimal.[3]
2.
Peran Konselor Islami dalam Pelaksanaan Bimbingan
1. Konselor Islami
Konselor
Islam tugasnya membantu klien menyelesaikan masalah kehidupan, haruslah
memperhatikan nilai-nilai dan moralitas Islami. Apalagi yang ditangani adalah
membantu mengatasi masalah kehidupan yang dialami klien atau konseli, maka
sudah sewajarnya konselor harus menjadi teladan, maka sudah tentu konselor
adalah seorang yang menjadi teladan yang baik, agar klien merasa termotivasi
dalam menyelesaikan masalah kehidupannya.
Sebagai seorang teladan,
seharusnyalah konselor Islami menjadi rujukan bagi klien dalam menjalani ,
sebagai suri tauladan kehidupan. Oleh karena itu sebagai suri tauladan rujukan
dalam perilaku kehidupan sehari-harinya. Kehidupan konselor menjadi barometer
bagi konseli.
Karena konselor adalah
seorang yang memiliki kemampuan untuk melakukan konsultasi berdasarkan standar
profesi. Konselor pada dasarnya tidak dapat melepaskan diri dari kelemahan-kelemahan
diri yang dimilikinya. Konselor selalu terikat dengan keadaan dirinya. Dengan
kata lain, faktor kepribadian konselor menentukan corak pelayanan konseling
yang dilakukannya. Kepribadian konselor dapat menentukan bentuk hubungan antara
konselor dan konseli, bentuk kualitas penaganan masalah, dan pemilihan
alternatif pemecahan masalah.
Tugas konselor pada
dasarnya adalah usaha memberikan bimbingan kepada konseli dengan maksud agar
konseli mampu mengatasi permasalahan dirinya. Tugas ini berlaku bagi siapa saja
yang bertindak sebagai konselor. Sekalipun sudah memiliki kode etik profesi
yang menjadi landasan acuan perlindungan konseli, bagi konselor muslim tidak
ada salahnya apabila dalam dirinya juga menambahi sifat-sifat atau karakter konselor
yang dipandangnya perlu bagi aktivitas konseling. Yang penting bahwa dalam upaya konseling tersebut harus memenuhi
kaidah bahwa pemberian bantuan tidak didasarkan pada pekerjaannya.
2. Ciri-ciri Kepribadian Konselor
Islami
Sebagai pedoman bagaimana kepribadian konselor yang Islami
(tentunya muslim). Dibawah ini dijelaskan secara singkat.
a.
Seorang
konselor harus menjadi cermin bagi konseli.
Sesungguhnya
telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang
bersama dengannya. (QS. Mumtahanah
(60): 4)
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab (33): 21)
Konselor
dalam tugas bimbingannya haruslah merupakan teladan yang baik bagi anak
bimbing/ klien. Klien secara psikologis datang kepada konselor karena beberapa
alasan diantaranya: keyakinan bahwa diri konselor lebih arif, bijaksana,
mengetahui permasalahan dan dapat dijadikan rujukan bagi penyelesaian masalah.
Konselor
merupakan teladan bagi klien, meskipun demikian tidak berarti konselor tanpa
cacat. Sebagai manusia yang memiliki berbagai keterbatasan dan kelemahan
perilaku yang dapat dilihat atau dijadikan ukuran kualitas oleh klien. Pada
derajat kedekatan tertentu klien sangat memperhatikan perilaku konselor.
Seringkali
konselor menghadapi seorang klien yang tidak dikenal kondisi ini tidak menuntut
konselor berkepribadian baik atau tidak, karena pertemuan konselor dengan klien
berlangsung hanya dalam setting konseling. Akan tetapi, sering pula
klien adalah klien yang mengenal konselor dalam setting sosial lebih
luas. Pada konteks ini kualitas kepribadian konselor tidak cukup harus baik
pada saat setting konseling, melainkan harus lebih luas dan permanen. Konselor
harus bisa menjadi contoh dan suri teladan dimanapun dan kapanpun berada.
Rasulullah
tidak hanya dikenal sebagai orang baik ketika sedang mengaji, melainkan dikenal
sebagai orang baik ketika di luar konsteks mengaji. Kepribadian Rasulullah
bukanlah didasarkan pada setting tertentu, kepribadian beliau relatif
tetap dan permanen. Rasulullah adalah contoh perilaku yang patut ditiru dalam
setiap hal.
b. Kemampuan
bersimpati dan berempati yang melampaui dimensi duniawi.
Firman Allah:
Sungguh
telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa oleh
penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat
belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS. At-Taubah (9):
128)
Seorang
konselor adalah seorang yang tanggap terhadap persoalan klien. Ia dapat
bersimpati pada apa yang terjadi dalam diri klien serta berempati terhadap apa
yang dirasakan oleh kien. Konselor melalui profesinya berusaha membantu klien
sebatas hubungan profesi (setting konseling), sedangkan di luar konsteks
konseling dapat dikatakan hubungan tersebut tidak ada.
Bagi
konselor muslim tentu memiliki sisi berbeda dari konselor pada umumnya.
Perbedaan tersebut terletak pada sisi spirit dan motivasi memberikan bantuan
lebih berdimensi, tidak sekedar membantu meringankan beban psikologis klien,
melainkan juga berusaha “menyelamatkan” totalitas kehidupan klien. Konselor
perlu mengembangkan rasa iba, kasih sayang sebatas bingkai profesi sedangkan
konselor muslim perlu mengembangkan semangat belas kasih yang berdimensi
ukhrawi. Jika ia membantu konseling, terdapat dua kemungkinan:
a)
Sebagai
bukti iman karena berhasil mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya
sendiri (apabila klien sama-sama muslim).
b)
Sebagai
bukti iman karena berhasil mencintai manusia secara umum sebagai wujud rahmatallil’alamin
(apabila konseli/klien berbeda agama).
3. Menjadikan konseling sebagai awal
keinginan bertaubat yang melegakan.
Firman Allah:
Dan kami tidak
mengutus seorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah.
Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu
memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima
Taubat lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nisa (4): 64)
Bagi konselor muslim sebaiknya beranggapan
bahwa dosa harus ditaubati sesuai derajat kesalahan klien, klien tetap harus
bertanggungjawab, tetapi sebaiknya konselor muslim benar-benar turut mendoakan
klien (muslim) segera setelah klien keluar dari ruang konseling. Harus diingat
bahwa prosedur ini bukanlah semacam ruang pertaubatan dalam gereja.
4. Sikap menerima penghormatan:
sopan santun, menghargai eksistensi.
Firman Allah
Apabila kamu
diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu
dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan
yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu. (QS. An-Nisa
(4): 86)
Konselor
berkewajiban untuk menjawab salam sesuai dengan salam sapaan yang diajukan oleh
klien. Konselor boleh saja menjawab sapaan lebih baik dari klien.
Konselor
akan selalu berhadapan dengan kenyataan bahwa klien cenderung tergantung,
hormat, kagum ataupun jatuh hati pada konselor. Dalam kondisi tersebut konselor
harus memberikan sesuatu respons yang lebih baik serta tanggung jawab terhadap
kenyataan bahwa hubungan klien dan konselor adalah hubungan silaturrahmi yang
lebih berdimensi luas, tidak hanya sekedar setting dalam konseling, terutama silaturrrahmi
pasca konseling, membangun ukhuwah merupakan prestasi besar.
5. Keberhasilan konseling adalah
sesuatu yang baru dikehendaki
Firman Allah
Apa saja nikmat
yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka
dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap
manusia, dan cukuplah Allah menjadi saksi. (QS. An-Nisa (4): 79)
Setiap konselor menghendaki kesuksesan dan keberhasilan. Sebagai
profesi, keberhasilan konseling diukur berdasarkan berapa banyak konseli yang
merasakan kepuasan pelayanan. Konselor yang kurang tanggap terhadap
keberhasilannya dalam membantu klien termasuk konselor yang hanya berprofesi
konselor, tetapi teledor. Dalam praktiknya banyak konselor yang hanya sekedar
bekerja di konseling hanya alasan ekonomis tanpa memiliki idealisme dalam
perkerjaannya itu.
Konselor
muslim dapat menyikapi profesinya dengan keyakinan bahwa keberhasilan konseling
adalah sesuatu yang belum pasti (baru diharapkan). Dengan demikian, ia akan
bekerja keras dan bekerja sesuai dengan idealisme. Apabila berhasil membantu,
ia tidak merasa dirinya yang berhasil, melainkan diyakini sebagai kebaikan
Allah pada jerih payah konselor dan kemauan kuat klien agar keluar dari masalah
yang menghimpitnya.
Sedangkan
jika tidak mengalami keberhasilan maka ia akan menisbatkan pada kelemahan diri
konselor atau ketidakberdayaan klien untuk keluar dari masalah yang
dihadapinya. Bagi konselor kegagalan akan menjadikannya semakin meningkatkan
kesungguhanya dengan perbaikan prestasi kerja dan pengetahuan.
6. Motivasi konselor: konseling
adalah suatu bentuk ibadah
Firman Allah
Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl
(16): 90)
Setiap
konselor memiliki beragam motivasi, mulai dari alasan yang paling rendah, yakni
semata-mata masalah mencari pekerjaan sampai alasan yang paling elite, dan
bergengsi.
Konselor
muslim hendaknya memulai segala perbuatan adalah bagian dari kebajikan hidup,
bagian dari ibadah. Konseling adalah suatu upaya tausiyah yang
meghilangkan penderitaan, upaya pembebasan manusia dari kekufuran, memperbaiki
sifat-sifat negatif klien, upaya menjadikan klien manusia yang sempurna. Semua
fungsi konseling pada dasarnya meletakkan segala sesuatu pada posisinya (adil)
sebagaimana fitrah kemanusiaan.
7. Konselor harus menepati moralitas
Islam, kode etik, sumpah jabatan dan janji
Firman Allah
Dan tepatilah
perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan
sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan
Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah
mengetahui apa yang kamu perbuat. (QS. An-Nahl (16): 91)
Konselor
adalah seorang psikolog yang ahli di bidangnya dan terikat dengan sumpah, kode
etik dan juga sumpah jabatan apabila posisi tersebut diperoleh melalui suatu
posisi tertentu. Sikap teguh terhadap kode etik ini perlu agar integritas
profesi dan klien terlindungi dalam jangka waktu tertentu. Seperti melindungi
identitas klien, mengungkapkan kasus secara samar dan anonim untuk kepentingan
ilmiah.
Konselor
muslim pun demikian, bahkan ia harus berpegang teguh pada moralitas Islam,
sebagai seorang muslim ia pada hakikatnya telah bersumpah kepada Allah sebagai
manusia terbaik dan harus menjadi yang terbaik. Ia harus teguh memegang janji
yang dibuat bersama klien. Ia juga memiliki komitmen yang kuat untuk membantu
masyarakat yang luas demi kesejahteraan manusia di dunia maupun di akhirat.
8. Memiliki pikiran positif
(positifis-moralis)
Firman Allah
Dan Dia (tidak
pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan
saling berpesan untuk kasih sayang. Mereka (orang-orang yang beriman dan saling
berpesan itu) adalah golongan kanan. (QS. Al-Balad (90): 17-18)
Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat-menasihati supaya menepi
kesabaran. (QS. Al-Ashr(103): 1-3)
Adapun orang
yang memberikan (hartanya dijalan Allah) dan bertakwa dan membenarkan adanya
pahala yang terbaik (syurga), maka kelak kami akan menyiapkan baginya jalan
yang mudah. (QS. Al-Lail (92): 5-7)
Karena
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan. (QS. Al-Insyirah (94):5-6)
Konselor
selalu memiliki aliran yang mewarnainya. Setiap konselor bertindak dan berpikir
serta memberikan solusi sebagian besar dipengaruhi oleh cara berpikir dan
nilai-nilai yang ada di dalam dirinya, serta motivasi melakukan konseling.
Konselor
muslim pun mengalami hal yang sama, karena itu tidaklah naif atau salah apabila
konselor muslim memilih aliran yang diyakini kebenarannya. Keyakinan ini
penting karena akan mendorongnya untuk menjadi optimis terhadap setiap kebaikan
dan perbaikan. Kenyataan menunjukkan bahwa penyelesaian setiap kasus klinis
hanyalah masalah mengubah kesulitan menjadi kemudahan, perubahan tersebut bagi
seorang konselor muslim harus dalam rangka ibadah dan kemanusiaan (lintas
dimensi).
Konselor
muslim sebaiknya mulai memilih dan memilah secara cermat dengan kedalaman
pemahaman teori psikologi kontemporer dan juga ajaran Islam itu sendiri.
Konselor
muslim memiliki bobot yang lebih dari sekedar konselor pada umumnya. Konselor
muslim yang komitmen terhadap Islam tentunya akan memulai membangun dan
mengembangkan kepribadiannya sesuai dengan citra Islami. Penggalian terhadap
sumber utama Alquran dan sunnah adalah cikal bakal pemahaman yang benar tentang
apa yang dapat kita lakukan oleh konselor muslim.
Sebagai
bagian dari masyarakat manusia, konselor muslim tidak harus menghindari
memberikan bantuan kepada klien hanya karena perbedaan agama, suku, ataupun
pengelompokan lainnya. Dengan demikian, konselor muslim bukanlah suatu predikat
baru melainkan suatu kepribadian yang inherent dalam diri konselor
muslim. Karena Islam adalah rohmatan lil’alamin maka kecemasan akan
munculnya pengkotak-kotakan konselor Islami dan bukan Islami oleh sebagian
pihak adalah sasaran. Mungkin mereka tidak mengenal apa itu rohmatan
lil’alamin.
3.
Kriteria Konselor Islami
Landasan religius dalam bimbingan
dan konseling Islami mengimplikasikan bahwa konselor sebagai “helper”, pemberi
bantuan dituntut untuk memiliki pemahaman akan nilai-nilai agama dan komitmen
yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari,
khususnya dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada klien
merupakan salah satu kegiatan yang bernilai ibadah karena dalam proses
bantuannya terkandung nilai menegakan “amar ma’ruf nahi munkar” (menyeru
pada kebaikan dan mencegah kemungkaran). Agar layanan bantuan yang diberikan
itu mengandung nilai ibadah, maka aktivitas bimbingan dan konseling tersebut
harus didasarkan kepada keikhlasan dan kesabaran.
Kaitannya
dengan persyaratan bagi seorang konselor agama (Islam), menurut Samsul Munir
Amin:
1)
Konselor
Islami hendaklah orang yang menguasai materi khususnya dalam masalah keilmuan
agama Islam, sehingga pengetahuannya mencukupi dalam hal-hal yang berkaitan
dengan masalah keagamaan.
2)
Konselor
Islami hendaklah orang yang mengamalkan nilai-nilai agama Islam dengan baik dan
konsekuen, tercermin melalui keimanan, ketakwaan dan pengalaman keagamaan dalam
kehidupannya sehari-hari.
3)
Konselor
Islami sedapat mungkin mampu mentransfer kaidah-kaidah agama Islam secara garis
besar yang relevan dengan masalah yang dihadapi klien.
4)
Konselor
Islami hendaknya menguasai metode dan strategi yang tepat dalam menyampaikan
bimbingan dan konseling kepada klien, sehingga klien dengan tulus akan menerima
nasihat konselor.
5)
Konselor
Islami memiliki pribadi yang terpuji sebagai teladan dalam perilaku baik di
tempatnya bekerja maupun di luar tempat bekerja. Pendek kata, perilakunya
adalah perilaku terpuji sebagai “uswatun hasanah”, yang mampu menegakkan
amar ma’ruf nahi munkar.
6)
Konselor
Islami hendaknya menguasai bidang psikologi secara integral sehingga dalam
tugasnya melaksanakan bimbingan dan konseling akan dengan mudah menyampaikan
nasihat dengan pendekatan psikologi.[4]
C.
PENUTUP
Kesimpulan
Bimbingan
Islami dapat diartikan sebagai proses pemberian bantuan terhadap individu agar
mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Dengan demikian bimbingan
Islami merupakan proses bimbingan sebagaimana kegiatan bimbingan lainnya,
tetapi dalam seluruh seginya berlandaskan ajaran Islam, artinya berlandaskan Al
Qur’an an sunnah Rosul.
Konselor
Islam tugasnya membantu klien menyelesaikan masalah kehidupan, haruslah
memperhatikan nilai-nilai dan moralitas Islami. Konselor, sebagai seorang
teladan,seharusnyalah konselor Islami menjadi rujukan bagi klien dalam
menjalani , sebagai suri tauladan kehidupan. Oleh karena itu sebagai suri
tauladan rujukan dalam perilaku kehidupan sehari-harinya. Kehidupan konselor
menjadi barometer bagi konseli.
Landasan
religius dalam bimbingan dan konseling Islami mengimplikasikan bahwa konselor
sebagai “helper”, pemberi bantuan dituntut untuk memiliki pemahaman akan
nilai-nilai agama dan komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai tersebut
dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam memberikan layanan bimbingan dan
konseling kepada klien merupakan salah satu kegiatan yang bernilai ibadah
karena dalam proses bantuannya terkandung nilai menegakan “amar ma’ruf nahi
munkar” (menyeru pada kebaikan dan mencegah kemungkaran)
DAFTAR
PUSTAKA
Munir
Amin, Samsul. BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM, Jakarta: Amzah, 2010.
Rahim
Fakih, Aunur. BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM ISLAM ,Yogyakarta: UII
Press, 2001.
Sutoyo, Anwar . BIMBINGAN & KONSELING ISLAM (Teori dan
Praktik), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.
[1]
Aunur Rahim Fakih, BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM ISLAM , (Yogyakarta:
UII Press, 2001), hal. 3-4.
[2]
Samsul Munir Amin, BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM, (Jakarta: Amzah,
2010), hal. 23.
[3]
Anwar Sutoyo,BIMBINGAN & KONSELING ISLAM (Teori dan Praktik), ( Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013), hal. 22.
[4]
Ibid, hal. 270-271.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar