Kamis, 26 Januari 2017

Bimbingan Konseling: Bimbingan Konseling Islam

BIMBINGAN KONSELING ISLAM 


A.    LATAR BELAKANG

Konselor dalam Bimbingan Konseling Islam sangat penting untuk dikaji dan dipelajari. Maraknya bimbingan konseling baik di sekolah maupun di suatu lembaga, membuat kualitas konselor semakin mengalami persaingan. Islam sebagai agama yang populer dengan ‘Islam Rohmatallil’alamiin’ sehingga dalam bimbingan konseling Islam dibutuhkan konselor yang Islami. Konselor Islami tidak hanya memiliki kompetensi professional sebagai konselor, tetapi juga kompetensi religius sebagai orang yang beriman dan bertakwa (patuh agama).
Bimbingan dan Konseling masih umum, sehingga diperlukan Bimbingan dan Konseling Islami untuk melayani klien secara Islami, dengan konselor Islami. Pengetahuan dan wawasan mengenai konselor penting untuk diketahui, apalagi konselor menjadi salah satu komponen utama dalam Bimbingan Konseling. Sehingga dalam makalah ini akan membahas mengenai Konselor dalam Persektif Bimbingan Konseling.

B.     PEMBAHASAN
1.      Definisi Bimbingan dan Konseling Islami

                              Bimbingan dan konseling merupakan alih bahasa dari istilah Inggris guidance and counselling. Dulu istilah counselling diindonesiakan menjadi penyuluhan (nasihat). Akan tetapi, karena istilah penyuluhan banyak digunakan di bidang lain, semisal dalam penyuluhan pertanian dan penyuluhan keluarga berencana yang sama sekali berbeda isinya dengan yang dimaksud dengan counselling, maka agar tidak menimbulkan salah paham, istilah counselling tersebut langsung diserap saja menjadi konseling.
                              Adapun bimbingan Islami dapat diartikan sebagai proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Dengan demikian bimbingan Islami merupakan proses bimbingan sebagaimana kegiatan bimbingan lainnya, tetapi dalam seluruh seginya berlandaskan ajaran Islam, artinya berlandaskan Al Qur’an an sunnah Rosul.
                              Bimbingan Islami merupakan proses pemberian bantuan, artinya bimbingan tidak menentukan atau mengharuskan, melainkan sekedar membantu individu. Individu dibantu, dibimbing, agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah. Maksudnya sebagai berikut :
1. Hidup selaras dengan ketentuan Allah artinya sesuai dengan kodratnya yang ditentukan Allah; sesuai dengan sunnatullah; sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Allah.
2. Hidup selaras dengan petunjuk Allah artinya sesuai dengan pedoman yang telah ditentukan Allah melalui Rasul-Nya (ajaran Islam).
3. Hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah berarti menyadari eksistensi diri sebagai makhluk Allah yang diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya; mengabdi dalam arti seluas-luasnya.
      Dengan menyadari eksistensinya sebagai makhluk Allah demikian itu, berarti yang bersangkutan dalam hidupnya akan berperilaku yang tidak keluar dari ketentuan dan petunjuk Allah, dengan hidup serupa itu maka akan tercapailah kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat, yang menjadi idaman setiap muslim melalui doa : “Robbana atina fid-dunya hasanah, wa fil akhirati hasanah, wa qinaa ‘adzaban-naar” (Ya Tuhan kami, karuniakanlah pada kami kehidupan dunia yang baik pula, dan jauhkanlah kami dari siksa api neraka).[1]
      Jadi definisi bimbingan konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terarah, kontinu dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilia-nilai yang terkandung di dalam Alquran dan hadits Rasulullah ke dalam dirinya, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntunan Alquran dan hadits.[2] Pihak yang membantu adalah konselor, seorang mukmin yang memiliki pemahaman yang mendalam tentang tuntunan Allah dan menaatinya. Bantuan itu terutama berbentuk pemberian dorongan dan pendampingan dalam memahami dan mengamalkan syariat Islam itu diharapkan segala potensi yang dikaruniai Allah kepada individu bisa berkembang optimal.[3]

2.      Peran Konselor Islami dalam Pelaksanaan Bimbingan
1. Konselor Islami
Konselor Islam tugasnya membantu klien menyelesaikan masalah kehidupan, haruslah memperhatikan nilai-nilai dan moralitas Islami. Apalagi yang ditangani adalah membantu mengatasi masalah kehidupan yang dialami klien atau konseli, maka sudah sewajarnya konselor harus menjadi teladan, maka sudah tentu konselor adalah seorang yang menjadi teladan yang baik, agar klien merasa termotivasi dalam menyelesaikan masalah kehidupannya.
                              Sebagai seorang teladan, seharusnyalah konselor Islami menjadi rujukan bagi klien dalam menjalani , sebagai suri tauladan kehidupan. Oleh karena itu sebagai suri tauladan rujukan dalam perilaku kehidupan sehari-harinya. Kehidupan konselor menjadi barometer bagi konseli.
                              Karena konselor adalah seorang yang memiliki kemampuan untuk melakukan konsultasi berdasarkan standar profesi. Konselor pada dasarnya tidak dapat melepaskan diri dari kelemahan-kelemahan diri yang dimilikinya. Konselor selalu terikat dengan keadaan dirinya. Dengan kata lain, faktor kepribadian konselor menentukan corak pelayanan konseling yang dilakukannya. Kepribadian konselor dapat menentukan bentuk hubungan antara konselor dan konseli, bentuk kualitas penaganan masalah, dan pemilihan alternatif pemecahan masalah.
                              Tugas konselor pada dasarnya adalah usaha memberikan bimbingan kepada konseli dengan maksud agar konseli mampu mengatasi permasalahan dirinya. Tugas ini berlaku bagi siapa saja yang bertindak sebagai konselor. Sekalipun sudah memiliki kode etik profesi yang menjadi landasan acuan perlindungan konseli, bagi konselor muslim tidak ada salahnya apabila dalam dirinya juga menambahi sifat-sifat atau karakter konselor yang dipandangnya perlu bagi aktivitas konseling. Yang penting bahwa  dalam upaya konseling tersebut harus memenuhi kaidah bahwa pemberian bantuan tidak didasarkan pada pekerjaannya.
2. Ciri-ciri Kepribadian Konselor Islami
Sebagai pedoman bagaimana kepribadian konselor yang Islami (tentunya muslim). Dibawah ini dijelaskan secara singkat.
a.       Seorang konselor harus menjadi cermin bagi konseli.
Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya. (QS. Mumtahanah (60): 4)
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab (33): 21)
      Konselor dalam tugas bimbingannya haruslah merupakan teladan yang baik bagi anak bimbing/ klien. Klien secara psikologis datang kepada konselor karena beberapa alasan diantaranya: keyakinan bahwa diri konselor lebih arif, bijaksana, mengetahui permasalahan dan dapat dijadikan rujukan bagi penyelesaian masalah.
Konselor merupakan teladan bagi klien, meskipun demikian tidak berarti konselor tanpa cacat. Sebagai manusia yang memiliki berbagai keterbatasan dan kelemahan perilaku yang dapat dilihat atau dijadikan ukuran kualitas oleh klien. Pada derajat kedekatan tertentu klien sangat memperhatikan perilaku konselor.
      Seringkali konselor menghadapi seorang klien yang tidak dikenal kondisi ini tidak menuntut konselor berkepribadian baik atau tidak, karena pertemuan konselor dengan klien berlangsung hanya dalam setting konseling. Akan tetapi, sering pula klien adalah klien yang mengenal konselor dalam setting sosial lebih luas. Pada konteks ini kualitas kepribadian konselor tidak cukup harus baik pada saat setting konseling, melainkan harus lebih luas dan permanen. Konselor harus bisa menjadi contoh dan suri teladan dimanapun dan kapanpun berada.
      Rasulullah tidak hanya dikenal sebagai orang baik ketika sedang mengaji, melainkan dikenal sebagai orang baik ketika di luar konsteks mengaji. Kepribadian Rasulullah bukanlah didasarkan pada setting tertentu, kepribadian beliau relatif tetap dan permanen. Rasulullah adalah contoh perilaku yang patut ditiru dalam setiap hal.
b. Kemampuan bersimpati dan berempati yang melampaui dimensi duniawi.
Firman Allah:
Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa oleh penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS. At-Taubah (9): 128)
      Seorang konselor adalah seorang yang tanggap terhadap persoalan klien. Ia dapat bersimpati pada apa yang terjadi dalam diri klien serta berempati terhadap apa yang dirasakan oleh kien. Konselor melalui profesinya berusaha membantu klien sebatas hubungan profesi (setting konseling), sedangkan di luar konsteks konseling dapat dikatakan hubungan tersebut tidak ada.
      Bagi konselor muslim tentu memiliki sisi berbeda dari konselor pada umumnya. Perbedaan tersebut terletak pada sisi spirit dan motivasi memberikan bantuan lebih berdimensi, tidak sekedar membantu meringankan beban psikologis klien, melainkan juga berusaha “menyelamatkan” totalitas kehidupan klien. Konselor perlu mengembangkan rasa iba, kasih sayang sebatas bingkai profesi sedangkan konselor muslim perlu mengembangkan semangat belas kasih yang berdimensi ukhrawi. Jika ia membantu konseling, terdapat dua kemungkinan:
a)      Sebagai bukti iman karena berhasil mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri (apabila klien sama-sama muslim).
b)      Sebagai bukti iman karena berhasil mencintai manusia secara umum sebagai wujud rahmatallil’alamin (apabila konseli/klien berbeda agama).
3. Menjadikan konseling sebagai awal keinginan bertaubat yang melegakan.
Firman Allah:
Dan kami tidak mengutus seorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nisa (4): 64)
      Bagi konselor muslim sebaiknya beranggapan bahwa dosa harus ditaubati sesuai derajat kesalahan klien, klien tetap harus bertanggungjawab, tetapi sebaiknya konselor muslim benar-benar turut mendoakan klien (muslim) segera setelah klien keluar dari ruang konseling. Harus diingat bahwa prosedur ini bukanlah semacam ruang pertaubatan dalam gereja.
4. Sikap menerima penghormatan: sopan santun, menghargai eksistensi.
Firman Allah
Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu. (QS. An-Nisa (4): 86)
Konselor berkewajiban untuk menjawab salam sesuai dengan salam sapaan yang diajukan oleh klien. Konselor boleh saja menjawab sapaan lebih baik dari klien.
Konselor akan selalu berhadapan dengan kenyataan bahwa klien cenderung tergantung, hormat, kagum ataupun jatuh hati pada konselor. Dalam kondisi tersebut konselor harus memberikan sesuatu respons yang lebih baik serta tanggung jawab terhadap kenyataan bahwa hubungan klien dan konselor adalah hubungan silaturrahmi yang lebih berdimensi luas, tidak hanya sekedar setting  dalam konseling, terutama silaturrrahmi pasca konseling, membangun ukhuwah merupakan prestasi besar.
5. Keberhasilan konseling adalah sesuatu yang baru dikehendaki
Firman Allah
Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia, dan cukuplah Allah menjadi saksi. (QS. An-Nisa (4): 79)
       Setiap konselor menghendaki kesuksesan dan keberhasilan. Sebagai profesi, keberhasilan konseling diukur berdasarkan berapa banyak konseli yang merasakan kepuasan pelayanan. Konselor yang kurang tanggap terhadap keberhasilannya dalam membantu klien termasuk konselor yang hanya berprofesi konselor, tetapi teledor. Dalam praktiknya banyak konselor yang hanya sekedar bekerja di konseling hanya alasan ekonomis tanpa memiliki idealisme dalam perkerjaannya itu.
      Konselor muslim dapat menyikapi profesinya dengan keyakinan bahwa keberhasilan konseling adalah sesuatu yang belum pasti (baru diharapkan). Dengan demikian, ia akan bekerja keras dan bekerja sesuai dengan idealisme. Apabila berhasil membantu, ia tidak merasa dirinya yang berhasil, melainkan diyakini sebagai kebaikan Allah pada jerih payah konselor dan kemauan kuat klien agar keluar dari masalah yang menghimpitnya.
      Sedangkan jika tidak mengalami keberhasilan maka ia akan menisbatkan pada kelemahan diri konselor atau ketidakberdayaan klien untuk keluar dari masalah yang dihadapinya. Bagi konselor kegagalan akan menjadikannya semakin meningkatkan kesungguhanya dengan perbaikan prestasi kerja dan pengetahuan.
6. Motivasi konselor: konseling adalah suatu bentuk ibadah
Firman Allah
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl (16): 90)
      Setiap konselor memiliki beragam motivasi, mulai dari alasan yang paling rendah, yakni semata-mata masalah mencari pekerjaan sampai alasan yang paling elite, dan bergengsi.
      Konselor muslim hendaknya memulai segala perbuatan adalah bagian dari kebajikan hidup, bagian dari ibadah. Konseling adalah suatu upaya tausiyah yang meghilangkan penderitaan, upaya pembebasan manusia dari kekufuran, memperbaiki sifat-sifat negatif klien, upaya menjadikan klien manusia yang sempurna. Semua fungsi konseling pada dasarnya meletakkan segala sesuatu pada posisinya (adil) sebagaimana fitrah kemanusiaan.

7. Konselor harus menepati moralitas Islam, kode etik, sumpah jabatan dan janji
Firman Allah
Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. (QS. An-Nahl (16): 91)
      Konselor adalah seorang psikolog yang ahli di bidangnya dan terikat dengan sumpah, kode etik dan juga sumpah jabatan apabila posisi tersebut diperoleh melalui suatu posisi tertentu. Sikap teguh terhadap kode etik ini perlu agar integritas profesi dan klien terlindungi dalam jangka waktu tertentu. Seperti melindungi identitas klien, mengungkapkan kasus secara samar dan anonim untuk kepentingan ilmiah.
      Konselor muslim pun demikian, bahkan ia harus berpegang teguh pada moralitas Islam, sebagai seorang muslim ia pada hakikatnya telah bersumpah kepada Allah sebagai manusia terbaik dan harus menjadi yang terbaik. Ia harus teguh memegang janji yang dibuat bersama klien. Ia juga memiliki komitmen yang kuat untuk membantu masyarakat yang luas demi kesejahteraan manusia di dunia maupun di akhirat.
8. Memiliki pikiran positif (positifis-moralis)
Firman Allah
Dan Dia (tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk kasih sayang. Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan. (QS. Al-Balad (90): 17-18)

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat-menasihati supaya menepi kesabaran. (QS. Al-Ashr(103): 1-3)

Adapun orang yang memberikan (hartanya dijalan Allah) dan bertakwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka kelak kami akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. (QS. Al-Lail (92): 5-7)

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. Al-Insyirah (94):5-6)
      Konselor selalu memiliki aliran yang mewarnainya. Setiap konselor bertindak dan berpikir serta memberikan solusi sebagian besar dipengaruhi oleh cara berpikir dan nilai-nilai yang ada di dalam dirinya, serta motivasi melakukan konseling.
      Konselor muslim pun mengalami hal yang sama, karena itu tidaklah naif atau salah apabila konselor muslim memilih aliran yang diyakini kebenarannya. Keyakinan ini penting karena akan mendorongnya untuk menjadi optimis terhadap setiap kebaikan dan perbaikan. Kenyataan menunjukkan bahwa penyelesaian setiap kasus klinis hanyalah masalah mengubah kesulitan menjadi kemudahan, perubahan tersebut bagi seorang konselor muslim harus dalam rangka ibadah dan kemanusiaan (lintas dimensi).
      Konselor muslim sebaiknya mulai memilih dan memilah secara cermat dengan kedalaman pemahaman teori psikologi kontemporer dan juga ajaran Islam itu sendiri.
      Konselor muslim memiliki bobot yang lebih dari sekedar konselor pada umumnya. Konselor muslim yang komitmen terhadap Islam tentunya akan memulai membangun dan mengembangkan kepribadiannya sesuai dengan citra Islami. Penggalian terhadap sumber utama Alquran dan sunnah adalah cikal bakal pemahaman yang benar tentang apa yang dapat kita lakukan oleh konselor muslim.
Sebagai bagian dari masyarakat manusia, konselor muslim tidak harus menghindari memberikan bantuan kepada klien hanya karena perbedaan agama, suku, ataupun pengelompokan lainnya. Dengan demikian, konselor muslim bukanlah suatu predikat baru melainkan suatu kepribadian yang inherent dalam diri konselor muslim. Karena Islam adalah rohmatan lil’alamin maka kecemasan akan munculnya pengkotak-kotakan konselor Islami dan bukan Islami oleh sebagian pihak adalah sasaran. Mungkin mereka tidak mengenal apa itu rohmatan lil’alamin.
3.      Kriteria Konselor Islami
Landasan religius dalam bimbingan dan konseling Islami mengimplikasikan bahwa konselor sebagai “helper”, pemberi bantuan dituntut untuk memiliki pemahaman akan nilai-nilai agama dan komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada klien merupakan salah satu kegiatan yang bernilai ibadah karena dalam proses bantuannya terkandung nilai menegakan “amar ma’ruf nahi munkar” (menyeru pada kebaikan dan mencegah kemungkaran). Agar layanan bantuan yang diberikan itu mengandung nilai ibadah, maka aktivitas bimbingan dan konseling tersebut harus didasarkan kepada keikhlasan dan kesabaran.
      Kaitannya dengan persyaratan bagi seorang konselor agama (Islam), menurut Samsul Munir Amin:
1)      Konselor Islami hendaklah orang yang menguasai materi khususnya dalam masalah keilmuan agama Islam, sehingga pengetahuannya mencukupi dalam hal-hal yang berkaitan dengan masalah keagamaan.
2)      Konselor Islami hendaklah orang yang mengamalkan nilai-nilai agama Islam dengan baik dan konsekuen, tercermin melalui keimanan, ketakwaan dan pengalaman keagamaan dalam kehidupannya sehari-hari.
3)      Konselor Islami sedapat mungkin mampu mentransfer kaidah-kaidah agama Islam secara garis besar yang relevan dengan masalah yang dihadapi klien.
4)      Konselor Islami hendaknya menguasai metode dan strategi yang tepat dalam menyampaikan bimbingan dan konseling kepada klien, sehingga klien dengan tulus akan menerima nasihat konselor.
5)      Konselor Islami memiliki pribadi yang terpuji sebagai teladan dalam perilaku baik di tempatnya bekerja maupun di luar tempat bekerja. Pendek kata, perilakunya adalah perilaku terpuji sebagai “uswatun hasanah”, yang mampu menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
6)      Konselor Islami hendaknya menguasai bidang psikologi secara integral sehingga dalam tugasnya melaksanakan bimbingan dan konseling akan dengan mudah menyampaikan nasihat dengan pendekatan psikologi.[4]

C.    PENUTUP
Kesimpulan
Bimbingan Islami dapat diartikan sebagai proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Dengan demikian bimbingan Islami merupakan proses bimbingan sebagaimana kegiatan bimbingan lainnya, tetapi dalam seluruh seginya berlandaskan ajaran Islam, artinya berlandaskan Al Qur’an an sunnah Rosul.
Konselor Islam tugasnya membantu klien menyelesaikan masalah kehidupan, haruslah memperhatikan nilai-nilai dan moralitas Islami. Konselor, sebagai seorang teladan,seharusnyalah konselor Islami menjadi rujukan bagi klien dalam menjalani , sebagai suri tauladan kehidupan. Oleh karena itu sebagai suri tauladan rujukan dalam perilaku kehidupan sehari-harinya. Kehidupan konselor menjadi barometer bagi konseli.
Landasan religius dalam bimbingan dan konseling Islami mengimplikasikan bahwa konselor sebagai “helper”, pemberi bantuan dituntut untuk memiliki pemahaman akan nilai-nilai agama dan komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada klien merupakan salah satu kegiatan yang bernilai ibadah karena dalam proses bantuannya terkandung nilai menegakan “amar ma’ruf nahi munkar” (menyeru pada kebaikan dan mencegah kemungkaran)






DAFTAR PUSTAKA

Munir Amin, Samsul. BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM, Jakarta: Amzah, 2010.

Rahim Fakih, Aunur. BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM ISLAM ,Yogyakarta: UII Press, 2001.

Sutoyo, Anwar . BIMBINGAN & KONSELING ISLAM (Teori dan Praktik), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.






[1] Aunur Rahim Fakih, BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM ISLAM , (Yogyakarta: UII Press, 2001), hal. 3-4. 
[2] Samsul Munir Amin, BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM, (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 23.
[3] Anwar Sutoyo,BIMBINGAN & KONSELING ISLAM (Teori dan Praktik), ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hal. 22.
[4] Ibid, hal. 270-271.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah: TEORI-TEORI KEBIJAKAN PUBLIK: PROSES DAN PERUMUSAN

TEORI-TEORI KEBIJAKAN PUBLIK: PROSES DAN PERUMUSAN Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah   “Kebijakan dan Kepemimpinan ...