PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI SMAN 3 DAN SMAN 5 YOGYAKARTA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Bangsa Indonesia terkenal dengan
bangsa yang kaya akan kebhinekaannya. Bangsa Indonesia yang mempunyai latar
belakang beragam suku, ras, budaya, bahasa, dan agama. Dengan keberagaman latar
belakang bangsa Indonesia, tak jarang terjadi konflik internal maupun eksternal
karena perbedaan. Hal ini harus dihindari karena bangsa Indonesia mempunyai
semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu
jua. Indonesia dengan keberagamannya harus tetap bersatu demi menjaga
perdamaian agar tetap menjadi Negara yang utuh dan sejahtera. Karakter bangsa
Indonesia dengan kebhinnekaannya merupakan tantangan yang besar bagi bangsa
Indonesia untuk mencapai Negara yang dapat membangun persatuan.
Daerah Istimewa Yogyakarta yang
disebut dengan “Kota Pelajar” memiliki daya tarik yang besar bagi pelajar dari
berbagai penjuru Indonesia untuk mengenyam pendidikan di kota tersebut. Tidak
sedikit pelajar dan mahasiswa datang ke Yogyakarta untuk mencari ilmu. Dengan
begitu diperlukan pendidikan yang dapat mempersatukan para pelajar tersebut
agar tidak terjadi konflik diantara mereka. Pendidikan multicultural sangatlah
penting diterapkan di sekolah-sekolah. Melalui pendidikan multikutural, para
pelajar yang datang dari berbagai penjuru akan dibimbing untuk saling mengenal
suku, ras, agama, budaya, dan adat istiadat. Para siswa diharapkan dapat
mengimplementasikan ilmu yang didapat dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya pendidikan multikultural di sekolah menengah
atas.
2.
Rumusan Masalah
1. Apa definisi pendidikan multicultural?
2. Bagaimana pendidikan multicultural di
SMAN 3 Yogyakarta?
3. Bagaimana pendidikan multicultural di
SMAN 5 Yogyakarta?
4. Bagaimana analisis pendidikan
multicultural di SMAN 3 dan SMAN 5 Yogyakarta?
5. Bagaimana implikasinya bagi calon guru
PAI?
3.
Tujuan
1. Untuk mengetahui pendidikan multicultural
dan Sekolah Menengah Atas
2. Untuk mengetahui pendidikan multicultural
di SMAN 3 Yogyakarta
3. Untuk mengetahui pendidikan multicultural
di SMAN 5 Yogyakarta
4. Untuk mengetahui analisis dan menyimpulkan pendidikan
multicultural di SMAN 3 dan SMAN 5 Yogyakarta
5. Untuk mengetahui implikasinya bagi calon
guru PAI
BAB II
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Pendidikan multikultural merupakan suatu proses pendidikan yang
memungkinkan individu dapat mengembangkan diri dengan cara merasa, menilai, dan
berperilaku dalam sistem budaya yang berbeda dengan sistem budaya mereka.[1]
Pendidikan multikultural juga merupakan strategi pendidikan yang
diaplikasikan pada jenis mata pelajaran dengan cara neggunakan
perbedaan-perbedaan kultural yang ada pada siswa seperti perbedaan etnis,
agama, bahasa, gender, kelas social, ras, kemampuan, dan umur.pendidikan
multicultural sekaligus juga melatih karakter siswa agar mampu bersikap
demokratis, humanis, dan pluralis dalam lingkungan mereka baik di sekolah maupun
diluar sekolah.
Pendidikan sejatinya merupakan pendidikan yang menjunjung tinggi
persamaan hak dan martabat manusia. Sebagai perspektif yang mengakui realitas
politik, social dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing individu
dalam pertemuan manusia yang kompleks dan beragam secara kultur, dan
merefleksikan pentingnya budaya, ras, gender, etnisitas, agama, status social,
dan ekonomi dalam proses pendidikan.
VISI, MISI DAN TUJUAN
SMA NEGERI 3 YOGYAKARTA
A.
Visi
Mewujudkan sekolah
berwawasan global, berbudaya dan berkepribadian nasional, berbasis teknologi
informasi yang mampu menyiapkan generasi penerus yang memiliki iman, taqwa,
budi pekerti luhur, terdidik dan berkemampuan sebagai kekuatan garda terdepan
dalam membangun Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.
Indikator Pencapaian Visi :
1)
Terwujudnya SMA Negeri 3
Yogyakarta sebagai sekolan yang berwawasan global
2)
Terwujudnya siswa SMA Negeri 3
Yogyakarta yang berbudaya dan berkepribadian nasional
3)
Pengelolaan sekolah dan proses
pembelajaran yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi
4)
Lulusan SMA Negeri 3 Yogyakarta
merupakan insan terdidik yang beriman, bertaqwa, dan berbudi pekerti luhur
5)
Lulusan SMA Negeri 3 Yogyakarta
mampu sebagai kekuatan garda terdepan dalam membangun Bangsa dan NKRI yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
B. Misi
1) Memberikan
pendidikan dan pengajaran yang terbaik kepada siswa SMA Negeri 3 Yogyakarta
sesuai dengan tujuan pendidikan sekolah menengah atas dalam Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional
2) Memberikan
pendidikan dan pengajaran kepada siswa SMA Negeri 3 Yogyakarta untuk menguasai
ilmu pengetahuan sebagai dasar untuk dapat melanjutkan kejenjang pendidikan
yang lebih tinggi, baik nasional maupun internasional
3) Menumbuhkan siswa
SMA Negeri 3 Yogyakarta sebagai anak Indonesia yang memiliki imtaq, budi
pekerti luhur, jiwa kepemimpinan, mandiri, berwawasan kebangsaan, saling
menghargai dan mengormati serta hidup berkerukunan dalam kebhinekaan, baik
dalam lingkup lokal, nasional maupun internasional
C. Tujuan
Tujuan Umum
Meningkatkan
kecedasan, pengetahuan, kepribadian, imtaq, akhlak mulia, serta keterampilan berbasis
toknologi informasi dan berkemampuan berkomunikasi peserta didik untuk hidup
mandiri dan mengikuti pendidkan lebih lanjut baik ditingkat nasional maupun
internasional.[2]
D. PENANAMAN NILAI-NILAI MULTIKULTURAL DI SMAN 3 YOGYAKARTA
1.
Kebijakan “Pendidikan Multikultural”
di SMAN 3 Yogyakarta
Keberadaan
siswa yang berada di SMAN 3 Yogyakarta pada tahun 2013/2014 sebanyak 641 siswa,
yang terdiri dari kelas X 206 siswa, kelas XI ada 207 siswa, sedangkan kelas
XII ada 195 siswa. Siswa SMAN 3 Yogyakarta memiliki keberagaman agama
diantaranya adalah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha. Dari aspek
latar budaya askreptif yang dibawa orang tuanya, siswa SMAN 3 Yogyakarta juga
beragam, yakni Jawa, Batak, Sunda, Tionghoa dan lainnya.
Pluralitas
latar social budaya siswa sepenuhnya disadari para guru di sekolah, namun
secara resmi SMAN 3 Yogyakarta tidak memiliki kebijakan tentang pendidikan
multicultural karena hal ini tidak diamanatkan dalam kurikulum resmi dari
pemerintah. Pendidikan multicultural di sekolah ini tergantung pada inisiatif
masing-masing guru, terutama guru yang mengampu mata pelajaran dalam kategori
mata pelajaran ilmu social.
2.
Sarana dan Prasarana
Pihak sekolah
menyediakan mushola untuk siswa beragama Islam. Sedangkan untuk pelajar
beragama Katolik ada ruang yang dipakai bersama atau bergantian dengan pelajar
Kristen. Ada gedung khusus untuk kegiatan misa. Bagi pelajar beragama Hindu dan
Budha tidak tersedia ruang khusus, namun setiap ada kegiatan pelajaran agama
dan kegiatan lainnya, pihak sekolah selalu menyediakan ruangan yang dibutuhkan.
Di SMAN 3 Yogyakarta semua pelajaran agama bagi siswa-siswinya diampu oleh guru
agama yang seagama dengan agama peserta didik.
3.
Peranan Guru dalam Penanaman
Nilai-Nilai Multikultural
Para guru di
SMAN 3 Yogyakarta berusaha memasukkan dan menyisipkan berbagai materi yang
membahas masalah keragaman budaya yang ada dalam kehidupan masyarakat di
pelbagai pelosok wilayah Nusantara. Semboyan Indonesia “Bhinnekka Tunggal Ika”
bermakna bahwa Indonesia terdiri dari beragam suku, ras, budaya, bahasa dan
agama yang berbeda namun tetap merupakan satu bangsa yang disebut bangsa
Indonesia. Para guru di sekolah mencoba menafsirkan dan menjabarkan
“kebhinnekaan” bangsa Indonesia dalam materi pelajaran yang diampu, tidak
ketinggalan juga penjabaran tentang “tunggal ika” untuk menegaskan komitmen
bersatu dari bangsa Indonesia.
Dimensi
multicultural dalam karya sastra menyangkut matra yang berbasis pluralitas
budaya dalam kehidupan masyarakat yang mengkondisikan berbagai kelompok social
dan berbagai budaya untuk eksis bersama bahkan terjadi interaksi budaya
sehingga kadang muncul akulturasi antarbudaya. Salah satu hal yang paling penting
dari peran karya sastra adalah mengembangkan kemampuan para siswa untuk
memahami berbagai permasalahan moral, social dan psikologis dari perspektif
budaya orang lain. Memahami berbagai masalah kehidupan manusia dari perspektif
budaya orang lain merupakan hal yang sangat penting dalam konteks penanaman
nilai-nilai multicultural kepada para siswa. Hal seperti ini akan membuka
pemahaman tentang relativitas budaya bahwa baik dan benar dalam konteks budaya
Jawa belu tentu baik menurut budaya lain. Melalui kajian sastra ini para siswa
juga bisa diajak untuk menelaah perkembangan karya sastra dari masa karya sastra klasik ke arah karya sastra
modern. Guru bahasa Indonesia memiliki ‘ruang’ atau kesempatan untuk
menyisipkan materi-materi yang berkaitan dengan penanaman nilai-nilai
multicultural kepada siswa.
Tema-tema
tentang seni dan hal lain yang berkaitan dengan budaya sering menjadi substansi
yang harus ditulis atau dianalisis oleh para siswa. Dengan cara demikian, guru
berusaha menumbuhkan pemahaman tentang berbagai aspek kebudayaan yang dapat
diamati secara langsung atau dikaji dari berbagai sumber literature kepada
siswa. Karya sastra dapat memberikan sentuhan-sentuhan emosional dan
memperhalus budi pekerti para siswa sehingga mereka menjadi lebih peka terhadap
penderitaan orang lain serta memiliki hati yang lebih terbuka dan mudah
berempati terhadap keadaan serta permasalahan orang-orang di sekelilingnya.
Indonesia merdeka, bersatu dan tidak terbagi-bagi. Apakah Indonesia
yang baru saja dibentuk (bahkan belum juga sehari diproklamasikan?) akan pecah
kembali dan mungkin terjajah lagi karena sesuatu hal yang sebenarnya dapat
diatasi”. Kalau Indonesia pecah, pasti daerah di luar Jawa dan Sumatera akan
dikuasai oleh Belanda dengan menjalankan
politik devide at impera. Setelah terdiam sejenak akhirnya Hatta
memutuskan untuk mengadakan rapat keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus
1945. Akhirnya, perubahan pembukaan UUD itu dibicarakan secara mufakat kurang
dari 15 menit. Hal ini sangat berkesan bagi Hatta dan menjadi tanda bahwa
pemimpin-pemimpin tersebut pada saat itu benar-benar tengah serius mementingkan
nasib dan persatuan bangsa, serta mau berempati terhadap tuntutan kelompok
Katolik dan Kristen pada masa itu (Amalee, Anees dan Darraz, 2014: 90-91).
Para guru di SMA Negeri 3 Yogyakarta
sangat menyadari tentang keberagaman agama yang dianut anak didiknya, oleh
karena disusun program yang bisa mempersatukan seluruh siswa dalam satu
kegiatan yang melibatkan siswa dari semua agama. Guru agama Katolik di SMA Negeri
3 Yogyakarta, Pak Markus mengatakan :
“. . . kegiatan kami yang terakhir itu FRA (Festival Rohani Anak)
itu kepala sukunya dan itu sebetulnya sudah biasa di SMA 3, ada yang tidak
pakai jilbab, seperti itu FRA itu untuk kegiatan Kristen dan Islam bersama saya berharap besuk
kita bisa mengadakan rohani bersama-sama, yang Islam apa, Kristen apa, Hinduapa
itu dalam satu event bersama
seperti itu. . .”
“. . . dibimbing oleh Bu Puji dan teman-teman guru . . . itu sudah
saling membantu dalam peribadatan begitu juga kalau ada kegiatan-kegiatan kami selalu
bersama, jadi kalau yang muslim ada kegiatan disana yang Kristen dan Katolik
juga ikut kesana begitu sebaliknya memang indah sekali di SMA 3 itu. . .”
Kegiatan keagamaan di SMA 3 Yogyakarta tidak
hanya melibatkan kalangan internal dari penganut agama tersebut, kegiatan
keagamaan selalu tidak bersifat ekslusif namun melibatkan penganut agama lain
baik siswa maupun guru untuk membantu penyelenggaraan kegiatan tersebut . Guru Pendidikan Agama Islam menambah gambaran kerjasama antarsiswa
dan guru dari berbagai agama dalam suatu kegiatan keagamaan, ia mengatakan :
“Kebetulan kegiatan-kegiatan itu sering tidak
bersamaan tapi ada undangan misal Pak
Markus itu ada acara keagamaan itu kita diundang, kemudian kalau tidak ada hal
lain kita menyesuaikan misal ritual keagamaan Pak Markus kami diluar, tapi
kalau ada acara Romadhon atau buka bersama dan pengajian itu Pak Markus dan
kawan-kawan menunggu diluar, tapi kalau
pas buka itu kita bersama-sama, jadi semua terlibat tapi dalam sesi terttentu saja kalau pas ritual itu kami
tidak terlibat.”
Saling membantu dalam penyelenggaraan kegiatan
kerohanian merupakan hal yang biasa di SMA Negeri 3 Yogyakarta namun dalam hal
ritual keagamaan hanya diikuti oleh guru dan siswa yang agama. Terbangun suatu
tradisi dari tahun kerjasama antara para siswa dalam penyelenggaraan kegiatan
keagamaan yang melibatkan siswa dari semua penganut agama.
Sikap
inklusif dalam bergaul dan bekerjasama pada para siswa itu ditanamkan oleh
semua guru agama. Demikian juga untuk guru agama Islam, sangat menekankan pesan
kepada para siswa agar mereka menjalin interaksi sosial sebaik mungkin dengan
semua orang, saling kenal sangat dianjurkan oleh agama.
“Pelajaran agama itu memang tidak hanya
menyisipkan tapi sudah menjadi buku pelajaran, konsepnya misalnya materi yang
pertama itu adalah muridnya menerima pelajaran tentang penciptaan manusia
disini sudah jelas tentang penciptaan manusia itu adalah satu kesatuan asal
usulnya satu jadi berkembang seperti saat ini oleh karena itu didalam kita
menyampaikna kepada siswa ya harus satu kita saling menghargai dan menghormati
serta saling menolong itu sudah suatu kewajiban dan itu mau tidak mau, adapun
perbedaan-perbedaan itu merupakan sifat ke-Maha-Esaan Allah bahwa menciptakan
manusia itu berbeda-beda, ia kalau berbeda tentu saja mempunyai kebiasaan
berbeda, tapi dalam agama itu agar kita saling mengenal, jadi Allah itu
menciptakan manusia itu bersuku-suku, berbangsa-bangsa itu untuk saling
mengenal (Surat Al Hujurat ayat 13),
bahwa Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan kemudian Allah
menjadikan mereka bersuku-suku,
berbangsa-bangsa itu untuk saling mengenal, dalam pengertian saling
menghormati, saling menolong, juga dalam surat Al Hujurat itu juga dikatakan bahwa memanggil seseorang itu
yang bukan namanya misal, orang gemuk dikatakan gembrot, Cina dikatakan
apa.., kalau didalam agama itu sudah ada larangannya karena apa kalau kita
jelaskan itu manusia itu jika senang hati baik itu dikatakan yang bukan namanya
tidak mengapa tapi jika seseorang itu dalam kondisi galau, sumpek,dan lainnya
memikirkan sesuatu yang negatif untuk
dirinya. Namun demikian yang namanya anak itukan bermacam-macam keluar dari
kondisi yang berbeda-beda kalau ini terjadi tapi Insya Allah sedikit dan mereka
akan kembali pada prinsipnya, kalau dalam agama itu sudah ada toleransi.”
Dalam pembahasan masalah ke-Esaan Tuhan dan keberagaman makhluk
ciptaan-Nya, apa yang dikatakan Ibu Hj. Siti Mariyam ini adalah gejala
keberagaman merupakan sesuatu yang harus diterima, diakui dan dihargai. Tuhan
itu Maha Esa dan berseda dengan makhlukNya seperti manusia, benda-benda mati,
hewan, tumbuh-tumbuhan dan lainnya yang memiliki sifat plural. Tuhan Yang Maha
Esa tidak bisa disifati sebagai sesuatu yang parsial dan plural. Manusia
sebagaimana makhluk ciptaan-Nya yang lain, tercipta dalam kemajemukan. Semenjak
dari embrio sampai dengan lahir, seorang manusia tergantung pada kehadiran
ibu dan bapak, setelah tumbuh dewasa
juga harus menjalin relasi sosial yang bersifat timbal balik.
Ajaran agama Islam mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan
hubungan manusia dengan manusia. Guru Pendidikan Agama Islam menerangkan hal
ini sebagai berikut:
“Kalau yang berdasar agama itu yang boleh itu semua yang
berhubungan dengan duniawi, kemasyarakatan, jadi kalau hubungannya dengan habluminallah
atau keimanan itu memang terserah kepada dirinya masing-masing didalam meyakini
agamanya itu yang tidak ada toleransi atau ibadah misalnya tidak bisa dicampur
adukkan tetapi selain dua itu perintah Allah untuk dikerjakan, karena manusia
itu ilmunya sangat sedikit. Kalau habluminallah itu kita yakin Allah
hanya Allah saja tidak ada yang lain tidak boleh dicampuradukkan dengan yang
lain. Kemudian dari segi ibadah dalam Islam itu tidak ada ketentuan dari Allah
ini sudah tidak bisa dirubah lagi, tidak boleh dicampuradukkan misal hari ini
ke masjid besok ke gereja itu tidak boleh, tapi kalau saling menghormati ada
yang memberikan kesempatan beribadah kepada agama lain itu adalah suatu habluminannas,
jadi hal-hal yang tidak menyangkut cara beribadah yang sudah ditentukan. Untuk
itu anak-anak kita berikan bekal seperti bagaimana kita dalam menyikapi
berbagai ragam dan berlomba-lomba dalam kebaikan.”
Interaksi sosial setiap orang seharusnya
dilandasi dengan niat untuk berbuat baik dengan sesamanya. Keberagaman justru
menjadikan tantangan bagi setiap muslim untuk besikap terbuka dan membuka
dirinya untuk mengenal orang lain bahkan orang yang berbeda suku dan bangsa.
Gejala keragaman merupakan fitrah dan
sunnah Allah yang mengandung hikmah atau pelajaran penting bagi setiap orang
agar berdialog dan bersikap toleran terhadap orang-orang atau pihak-pihak lain
yang berbeda pendapat. Ketika Nabi Muhammad saw memperkenalkan agama Islam
kepada masyarakat Mekkah dan Madinah yang beragam suku dan agamanya, Kristen,
Yahudi dan Zoroaster. Rosulullah saw sering menggunakan metode dialog dengan
mereka, sehingga Islam dapat hidup berdampingan secara damai dengan komunitas
non-Muslim. (Aly, 2011:122-123).
Semangat dialogis menjadi misi dari pembinaan
organisasi siswa di SMA 3 Negeri Yogyakarta. Kemampuan menyampaikan pendapatan
kepada teman siswa menjadi salah satu arah pembinaan organisasi siswa dikelola
dengan norma demokrasi. Pemilihan ketua OSIS dari siswa non-muslim keturunan
Tionghoa. Pada masa persiapan pemilihan ketua OSIS biasanya guru Bimbingan dan
Konseling selalu mengajak berdialog terlebih dahulu bagi calon-calon ketua
untuk memaparkan visi misi para calon ketua OSIS tersebut agar selaras.
“. . . disitu
mereka punya visi misi dan yel-yel seperti kampanye 3 hari sebelum hari
pelaksanaan tapi tidak nampak perbedaan kalau individu itu tidak menunjukkan
kerusuhan atau pertengkaran...”
Demokrasi dalam OSIS melibatkan para siswa melalui lembaga
perwakilan dalam membangun wacana tentang kepentingan para siswa selamanya.
Dalam sistem demokrasi seperti ini, perbedaan sudut pandang harus diselesaikan
melalui proses advokasi dan penyatuan informasi terbaik untuk mencari solusi
atas perbedaan pandangan tersebut. Orasi calon pemimpin organisasi kesiswaan
ini bertujuan untuk membujuk para siswa yang lain agar mendukung visi misi
melalui argumentasi yang kuat dan memikat. Demokrasi dalam organisasi kesiswaan
juga berarti proses pembelajaran para siswa yang lain untuk mengatasi konflik
antar pribadi dan antar kelompok sehingga semua pihak yang bersengketa merasa
mendapat manfaat dan percaya bahwa mereka telah diperlakukan dengan adil serta
sama. Manfaat dari pengembangan institusi demokrasi dalam organisasi OSIS ini
adalah melatih para siswa bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Melalui
organisasi kesiswaan ini, setiap anak didik dilatih untuk bertanggungjawab
dengan melakukan peran yang semestinya dalam menjalin hubungan kerjasama yang
baik antar siswa. Salah satu hal yang penting kaitanya dengan nilai-nilai
multikultural, organisasi siswa yang dikelola secara demokratis ini dibangun
diatas kepercayaan bahwa setiap siswa terlepas dari jenis kelamin, etnis dan
agama dianggap setara dan memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi
mencapai tujuan organisasi kesiswaan.
SMA 3 Negeri Yogyakarta telah berhasil
membangun komunitas sekolah sehingga setiap siswa bahkan para alumni selalu
merasa bangga. Kebanggan korp yang tinggi ini memotivasi setiap siswa untuk
berprestasi sebaik mungkin.[3]
VISI, MISI DAN TUJUAN
SMA NEGERI 5 YOGYAKARTA
A.
Visi SMAN 5 Yogyakarta
SMAN 5 Yogyakarta mempunyai visi “terwujudnya
sekolah yang mampu menghasilakan lulusan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
YME, berakhlak mulia, cerdas mandiri, berbudaya, peduli lingkungan, cinta tanah
air serta berwawasan global”. Visi
tersebut merupakan pedoman dasar bagi SMAN 5 Yogyakarta dalam merancang dan
melakukan kegiatan sekolah.[4]
B.
Misi SMAN 5 Yogyakarta.
Misi SMAN 5 Yogyakarta adalah sebagai berikut[5]:
1.
Melaksanakan pembelajaran berwawasan imtaq.
2.
Mengintensifkan kegiatan keagamaan di sekolah.
3.
Membimbing, melatih, menyiapkan siswa untuk berprestasi dalam
berbagai kegiatan akademik dan non akademik.
4.
Menumbukan semangat kewirausahaan melalui kegiatan ekstrakurikuler.
5.
Mencintai lingkungan dengan melaksanakan 7K (kekeluargaan,
kebersihan, ketertiban, keamanan, keindahan, dan kerapian.)
6.
Meningkatkan rarasa nasionalisme dengan melaksanakan upacara
bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya setiap awal PBM.
7.
Meningkatkan penguasaan berbagai bahasa aing dalam berkomunikasi.
8.
Meningkatkan rasa cinta terhadap budaya bangsa.
C.
Tujuan SMAN 5 Yogyakarta.
Setiap lembaga pendidikan mempunya tujuan masing-masing dalam
proses pendidikan yang dilakukan. Tujuan SMAN 5 Yogyakarta dalam mencapai visi
sekolah yaitu[6]:
1.
Menghasilkan generasi yang berwawasan imtaq dan iptek.
2.
Menghasilkan generasi yang bermoral, displin, jujur, mandiri,
berdidikasi, dan bertanggung jawab.
3.
Menumbuhkan bakat dan prestasi siswa dibidang akademik maupun non
akademik.
4.
Mewujudkan generasi berwawasan kebangsaan dan cinta tanah air.
5.
Menghasilakn lulusan yang mampu berperan aktif dalam masyarakat
global.
Berdasarkan visi, misi, dan tujuan sekolah diatas, tampak bahwa sekolah
memperhatikan nilai-nilai multikultural-religius, seperti cinta tanah air, yang
menumbuhkan nasionalisme cinta budaya, budaya jujur, ,mandiri, generasi yang
peka, dan peduli lingkungan. Visi dan misi sekolah tersebut merupakan pedoman
dalam proses pendidikan di sekolah
untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Penerapan dari visi dan
misi yang mengandung nilai multikultural dan religius tersebut merupakan
pelaksanaan dari pendidikan multikultural-religius
dengan melihat kegiatan atau budaya yang ada di sekolah.
D.
NILAI-NILAI MULTIKULTURAL-RELIGIUS DI SMAN 5 YOGYAKARTA YOGYAKARTA
Nilai pendidikan multikural-religius di SMAN 5 Yogyakarta penulis
bagi menjadi dua, yaitu nilai pendidikan multikultural-religius dalam konsep
dan nilai pendidikan multikultural-religius dalam implementasinya.[7]
1.
Konsep pendidikan multikural-religius di SMAN 5 Yogyakarta.
SMAN 5 Yogyakarta merupakan sekolah berbasis agama dan budaya,
dimana dalam kegiatan sekolah selalu didasarkan
pada nilai agama dan nilai budaya yang ada. Nilai agama dan budaya tersebut
dikembangkan dengan melaksanakan pendidikan multikultural dan pendidilan
religius dengan mengintegrasikan keduanya sehingga pendidikan multikultural dan
pendidikan religius dapat dilaksanakan secara bersama.
Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan waka kurikulum yaitu:
“…. SMAN 5 memang sangat menjunjung nilai agama mbak, sehingga
sekolah dinobatkan sebagai sekolah agama berbasis afeksi. Nilai agama menjadi
dasar pembentukan karakter religius di sekolah. Selain nilai agama, sekolah
juga sangat menjungjung nilai budaya bangsa yang ada dalam rangka membentuk
karakter bangsa. Dan nilai budaya itu sesungguhnya telah ada didalam nilai
agama sendiri”.[8]
Dari pernyataan
diatas, dapat diperoleh konsep pendidikan multikultural-religius yang
dilaksanakan di SMAN 5 Yogyakarta adalah pendidikan yang menghargai keberagaman
budaya yang ada dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, yang nilai agama
dan budaya itu daiambil dari nilai-nilai agama. Nilai-nilai agama tersebut
diambil dari nilai yang terkandung dalam al-Qur’an dan hadist.
Pelaksanaan pendidikan multikultural-religius SMAN 5 Yogyakarta
dalam konsepnua juga tercantum dalam pengembangan kurikulum disekolah. Model
yang kurikulum yang digunakan SMAN 5 Yogyakarta adalah model KTSP (Kurikulum
Tingkatan Satuan Pendidikan) berbasis afeksi. Secara keseluruhan stuktur dan
muatan KTSP yang dijelaskan dalam pasal 6 dan 7 Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Akan tetapi ada beberapa muatan
kurikulumnya yang dikembangkan sesuai karakter SMAN 5 Yogyakarta.
2.
Implementasi pendidikan multikural-religius di SMAN 5 Yogyakarta.
Pendidikan multikultural-religius di SMAN 5 Yogyakarta
diimplementasikan melalui pengintegrasikan kedalam mata pelajaran kegiatan
sekolah yang merupakan budaya dari sekolah. Budaya sekolah yang merupakan religious culture sangat efektif dalam
menanamkan pendidikan multikutural-religius di sekolah. Berikut nilai-nila
multikultural religius yang ditanamkan dalam budaya sekolah yaitu[9]:
a.
Nilai Demokrasi.
Nilai demokrasi
merupakan salah satu nilai pendidikan mutikultural-religius yang ditanamkan di
SMAN 5 Yogyakarta. Yang memperhatikan nilai kebebasan, nilai kejujuran, nilai
keterbukaan, dan nilai keadilan.
1.
Pemilos.
Pemilos
bertujuan untuk memilih calon-calon ketua OSIS, tanpa memandang latar belakang
agama, sosial ekonomi, suku, ataupun bahasa. Kegiatan ini juga salah satu dari
pelaksanakan pendidikan multikultural sekaligus pendidikan religius karena
pelaksanaannya juga menjunjung tinggi nilai kejujuran dan keadilan dengan
menjauhi kecurangan- kecurangan.
2.
MPK.
MPK atau kepanjangannya adalah Majelis Perwakilan Kelas adalah sebuah
organisasi diats OSIS yang mrngurusi SMAN 5 dalam hal yang menjadi wadah
penyaluran dari masing-masing kelas untuk menyampaikan usulan ataupun pendapat
untuk sekolah. Dari nilai MPK tersebut, terlihat bahwa nilai demokrasi
ditanamkan di SMAN 5 Yogyakarta yang memegang teguh keterbukaan dengan
memberikan kesempatan dan kebebasan dalam menyampaikan pendapatnya.
3.
Kantin Kejujuran.
Dengan kantin
kejujuran anak dilatih untuk jujur terhadap dirinya sendiri, dengan membeli
kebutuhannya dan membayarnya sesuai dengan apa yang dibeli. Dalam hal ini, rasa
tanggung jawab siswa dibiasakan dengan kantin kejujuran.
b.
Nilai Toleransi.
Toleransi dalam
ajaran Islam dikenal dengan istilah tasamuh,
yang merupakan sikap saling menghormati, menghargai, saling bekerja sama,
dan saling peduli. Toleransi diberikan dengan tidak membandingkan latar
belakang budaya, agama, gender, sosial, ekonomi, maupun suku, yang ditanamkan
melalui buday sekolah seperti:
1.
Fasilitas Kegiatan Keagamaan.
Fasilitas yang
ada di sekolah diberikan sama tanpa membedakan satu sama lain. Termasuk
fasilitas kegiatan keagamaan diberikan sesuai porsi yang dibutuhkan, seperti
fasilitas ruang keagamaan, kegiatan keagamaan dan lainnya. SMAN 5 Yogyakarta
meberikan ruang dalam pembelajaran keagamaan sesuai dengan keadaan agama yang
ada di sekolah seperti masjid bagi agama Islam, ruang khusus agama Kristen dan
Katholik.
Selain
fasilitas ruang, toleransi diberikan dengan memberikan kebebasan dalam pelaksanaan
kegiatan keagamaan yang dikembangkan di sekolah, diantarnya tadarus al-Qur’an,
jamaah sholat Dhuhur, sholat Dhuha, dan sholat Jum’at, pesantern kilat,
mentoring, MABIT, PHBI (Peringatan
Hari Besar Islam), pembinaan keimanan non muslim, retret, ziarah, dan paskah
bersama.
2.
Peringatan Hari-hari Besar Agama.
Peringatan hari
besar agama seperti Idul Fitri, Idul Adha, Perayaan Natal, dan lainnya
merupakan bentuk toleransi antar agama. Sekolah dalam menyikapi perbedaan
keyakinan tersebut telah memberikan kebebasan dalam melaksankan hari besar
agamanya masing-masing. Bentuk toleransi yang telah terjalin ketika peringatan
hari besar agama diantaranya ketika hari raya Idul Fitri, yang non-muslim
menghargai yang muslim dengan ucapan hari raya Idul Fitri. Dan ketika yang
berhari raya adalah non-muslim maka yang muslim tidak mengganggunya dan
menghinanya.
c.
Nilai Persaudaraan.
Persaudaraan yang terjalin di SMAN 5
Yogyakarta telah terbentuk dari budaya sekolah yang ada seperti:
1.
Pagi Simpati.
Pagi simpati di SMAN 5 Yogyakarta adalah program rutin yang
dilaksanakan setiap pagi dalam rangka penyambutan peserta didik dengan
menerapkan 3S (Salam, Senyum, Sapa). Dalam pagi simpati itu terdapat nilai
pendidikan multkultural-religius yang dilaksanakannya, seperti persaudaraan
yang terjalin sangat kuat, tanpa membedakan satu sama lain, rasa kepedulian
antar sesama dan ada kenyamanan tersendiri yang dirasakan oleh peserta didik
melalui pagi simpati karena peserta didik diperhatikan dan diterima apa adanya
oleh sekolah.
2.
Pengajian kelas dan keluarga besar.
Kegiatan pengajian kelas atau pengajian keluarga besar yang
dilakukan di SMAN 5 Yogyakarta tersebut mengandung nilai pendidikan
multikultural-religius yaitu menambah religiusitas dan persaudaraan antar
sesama serta kepedulian satu sama lain.
3.
Kotak Geser.
Kotak geser (Gerakan Seratus Rupiah) merupakan budaya sekolah yang
dilaksanakan dengan tujuan membantu peserta didik yang kesulitan dalam membeli
buku pelajaran, iuran-iuran, atau membayar SPP.
4.
Infaq Masjid.
Infaq masjid di SMAN 5 Yogyakarta dilakukan setiap jum’at.
Hasil infaq disalurkan untuk menyantuni fakir miskin dan anak yatim. Ini
bertujuan untuk melatih peserta didik untuk peduli dengan sesama yang
membutuhkan saluran tangan dari kita.
5.
Kunjungan Panti Asuhan.
Kunjugan panti asuhan yang dilakukan di SMAN 5 Yogyakarta bertujuan
untuk mempererat persaudaraan, meraskan apa yang dirasakan oleh saudara yang
ada diluar sana dan rasa syukur atas apa yang telah diberikan tuhan.
6.
Menjenguk guru, karyawan, atau siswa yang sakit.
Mendoakan dan
menjenguk bersama merupakan kepedulian terhadap sesama tanpa memandang agama,
suku, ekonomi. Kebudayaan tersebut menyatukan kerukunan dan perasudaraan antar
warga sekolah yang terlihat dari interaksi yang harmonis satu sama lain.
d.
Nilai Nasionalisme.
Nasionalisme adalah rasa kebanggaan diri terhadap bangsa dan tanah
air, karena dengan kebanggaan tersebut timbul rasa cinta terhadap tanah air.
Nasionalisme yang ditanamkan di SMAN 5 Yogyakarta dapat dilihat dari budaya
sekolah separti:
1.
Upacara setiap hari senin dan hari besar nasional.
Kegiatan rutin yang pasti dilakukan di SMAN 5 Yogyakarta dalam
rangka menubuhka jiwa nasionalisme peserta didik adalah upacara bendera setiap
hari Senin. Selain itu, upacara juga dilakukan dalam memperingati hari besar
nasional lainnya, seperti sumpah pemuda, hari pendidikan nasional, dan lainya.
Kegiatan tersebut melatih jiwa peserta didik untuk bangga dan mencintai tanah
airnya dimanapun ia berada.
2.
Menyanyikan lagu Indonesia Raya sebelum pembelajaran.
Menyanyikan lagu Indonesia Raya sebelum pembelajaran yang dipandu
instrumen dari pusat sekolah, semua warga sekolah baik didalam kelas maupun
diluar kelas. Kegiatan bertujuan untuk menumbuhkan persatuan dan kesatuan bahwa
semua warga yang ada disekolah ini dari latar budaya yang berbeda-beda, tapi
kita semua sama yaitu warga Indonesia.
E.
Output Pelaksanaan Pendidikan Multikultural-religius dalam
Pembeljaran PAI yang Demokratis.
Pelaksanaan pendidikan multikulrural-religius dapat dikatakan
berhasil jika sudah mencapai tujuan dari pembelajaran PAI dalam model
demokratis. Hasil dari pelaksanaan pendidikan multikultural-religius dalam
pembelajaran PAI yang penulis peroleh antara lain[10]:
1.
Berpikir kritis dan saling menghargai.
2.
Menumbuhkan kerjasama yang baik antar siswa maupun anatar guru.
3.
Minimnya prasangka-prasangka negatif.
4.
Persaingan sehat dalam meraih prestasi
BAB III
ANALISIS DAN KESIMPULAN
TERHADAP NILAI-NILAI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI SMA NEGERI 3 YOGYAKARTA DAN
SMA NEGERI 5 YOGYAKARTA
Pendidikan multikultural di SMA Negeri 3
Yogyakarta ditanamkan melalui kegiatan dan organisasi, yang lebih dominan yakni
budaya organisasi (OSIS). Melatih peserta didik berjiwa sosial dan pandai
bersosialisasi serta komunikasi. Adapun dalam organisasi itu tidak semua
muslim, tapi terdiri dari beberapa agama (Kristen, Hindu, Budha). Pada
pelaksanaannya nilai-nilai multikulural itu muncul dengan sendirinya, adapun
teorinya sebagian besar didapat dari pendidikan kewarganegaraan dan pancasila
maupun lewat mata pelajaran pendidikan agama Islam, agama Kristen, Hindu, Budha.
Budaya multikultural di SMA Negeri 3 Yogyakarta sudah ada dan bagus (dilihat
dari data dan informasi di referensi yang terkait).
Sedangkan nilai-nilai pendidikan multikultural
SMAN 5 Yogyakarta lebih mengarah ke konseptual dan aplikasi (praktik). Secara
konsep dapat dilihat dari visi, misi, tujuan, semboyan, dan kurikulumnya yang
menghargai budaya yang ada dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, yang
diambil dari nilai yang terkandung dalam al-Qur’an dan hadist. Sedangkan secara
aplikatif, pendidikan multikultural dilaksanakan berdasarkan budaya di sekolah
dengan menanamkan nilai demokrasi, nilai toleransi, nilai persaudaraan,dan
nilai nasionalisme.
Dari hasil analisis data diatas kami
menyimpulkan, pendidikan multikultural yang ditanamkan di SMAN 3 melalui
kegiatan dan organisasi yang bertujuan untuk melatih jiwa sosial dan pandai
bersosialisasi serta berkomunikasi. Sedangkan di SMAN 5 pendidikan
multikultural ditanamkan melalui konsep yang dibuat oleh sekolah melalui visi,
misi, dan tujuan sekolah, serta dengan kegiatan yang mendukung dan menumbuhkan
sikap multikultural seperti penanaman dengan membuat kegiatan yang mengandung
nilai demokrasi, nilai toleransi, nilai persaudaraan, dan nilai nasionalisme.
IMPLIKASI BAGI
CALON GURU PAI
Melalui pendidikan multikultural, peserta didik yang datang dari
berbagai latar belakang yang berbeda dibimbing untuk saling mengenal suku,
agama, budaya, cara hidup, dan adat istiadat. Selain itu, peserta didik diajari
unruk memahami makna bhinneka tunggak ika dan mengimplementasikan dalam
interaksi sosial mereka dengan komunitas sekolah dan komunitas di luar sekolah.
Tujuan pendidikan multikultural membawa kepada kedamaian. Dan Islam adalah agama yang mengajarkan
kedamaian bahkan kita senantiasa menebar kedamaian. Entah itu dalam sholat (
baca: salam setelah sholat) maupun sapa dengan salam. Adapun konsep damai membawa konotasi yang positif; hampir tidak ada
orang yang menentang perdamaian. Perdamaian merupakan tujuan utama dari
kemanusiaan. Tiap orang memiliki pandangan berbeda tentang apakah damai itu,
bagaimana mencapai kedamaian, dan mungkinkah perdamaian benar-benar terjadi. Jadi sebagai calon guru pendidikan agama
Islam setelah tahu teori dan ilmu maka tahap selanjutnya pengamalan pendidikan
multikultural, khususnya di sekolah menengah dan lebih urgennya di lingkungan
kampus sebagai mahasiswa pendidikan agama Islam yang berwawasan multikultural.
DAFTAR PUSTAKA
Dian Anggini, 2015. Skripsi
Pelakasanaan Pendidikan Multikultural Religius dalam Pembelajaran PAI yang
Demokratis Kelas X di SMAN 5 Yogyakarta. Yogyakarta:UIN
Sunan Kalijaga.
Digital Library “Visi, Misi dan Tujuan SMA Negeri 3
Yogyakarta” .Yogyakarta:UIN Sunan Kalijaga.
Sulityo, Noor.2014.IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI SMA DIY
Yogyakarta:Badan Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta (BPNB).
[1] Dian Anggini , Skripsi Pelakasanaan
Pendidikan Multikultural Religius dalam Pembelajaran PAI yang Demokratis Kelas
X di SMAN 5 Yogyakarta. (Yogyakarta:UIN Sunan Kalijaga ,2015),hlm.11.
[2] “Visi, Misi dan Tujuan SMA Negeri 3 Yogyakarta” Digital
Library. UIN Sunan Kalijaga. Diunduh 4 April 2015 pukul 13:00 WIB.
[3] Noor Sulityo, IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI SMA DIY ( Yogyakarta: BPNB,2014), hlm.52.
[4] Dian Anggini, Skripsi Pelakasanaan Pendidikan Multikultural
Religius dalam Pembelajaran PAI yang Demokratis Kelas X di SMAN 5 Yogyakarta. (Yogyakarta:UIN Sunan Kalijaga ,2015)
[8] Hasil wawancara penulis skripsi dengan ibu Sri Suyatmi selaku waka
kurikulum SMAN 5 Yogyakarta pada tanggal 15 Oktober 2015.
[10] Ibid., hal 99.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar