Kamis, 26 Januari 2017

Makalah Pendidikan Multikultural di SMA

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI SMAN 3 DAN SMAN 5 YOGYAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Bangsa Indonesia terkenal dengan bangsa yang kaya akan kebhinekaannya. Bangsa Indonesia yang mempunyai latar belakang beragam suku, ras, budaya, bahasa, dan agama. Dengan keberagaman latar belakang bangsa Indonesia, tak jarang terjadi konflik internal maupun eksternal karena perbedaan. Hal ini harus dihindari karena bangsa Indonesia mempunyai semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Indonesia dengan keberagamannya harus tetap bersatu demi menjaga perdamaian agar tetap menjadi Negara yang utuh dan sejahtera. Karakter bangsa Indonesia dengan kebhinnekaannya merupakan tantangan yang besar bagi bangsa Indonesia untuk mencapai Negara yang dapat membangun persatuan.
Daerah Istimewa Yogyakarta yang disebut dengan “Kota Pelajar” memiliki daya tarik yang besar bagi pelajar dari berbagai penjuru Indonesia untuk mengenyam pendidikan di kota tersebut. Tidak sedikit pelajar dan mahasiswa datang ke Yogyakarta untuk mencari ilmu. Dengan begitu diperlukan pendidikan yang dapat mempersatukan para pelajar tersebut agar tidak terjadi konflik diantara mereka. Pendidikan multicultural sangatlah penting diterapkan di sekolah-sekolah. Melalui pendidikan multikutural, para pelajar yang datang dari berbagai penjuru akan dibimbing untuk saling mengenal suku, ras, agama, budaya, dan adat istiadat. Para siswa diharapkan dapat mengimplementasikan ilmu yang didapat dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya pendidikan multikultural di sekolah menengah atas.
2.      Rumusan Masalah
1.      Apa definisi pendidikan multicultural?
2.      Bagaimana pendidikan multicultural di SMAN 3 Yogyakarta?
3.      Bagaimana pendidikan multicultural di SMAN 5 Yogyakarta?
4.      Bagaimana analisis pendidikan multicultural di SMAN 3 dan SMAN 5 Yogyakarta?
5.      Bagaimana implikasinya bagi calon guru PAI?

3.      Tujuan
1.      Untuk mengetahui pendidikan multicultural dan Sekolah Menengah Atas
2.      Untuk mengetahui pendidikan multicultural di SMAN 3 Yogyakarta
3.      Untuk mengetahui pendidikan multicultural di SMAN 5 Yogyakarta
4.      Untuk mengetahui analisis dan menyimpulkan pendidikan multicultural di SMAN 3 dan SMAN 5 Yogyakarta
5.      Untuk mengetahui implikasinya bagi calon guru PAI
BAB II
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Pendidikan multikultural merupakan suatu proses pendidikan yang memungkinkan individu dapat mengembangkan diri dengan cara merasa, menilai, dan berperilaku dalam sistem budaya yang berbeda dengan sistem budaya mereka.[1]
Pendidikan multikultural juga merupakan strategi pendidikan yang diaplikasikan pada jenis mata pelajaran dengan cara neggunakan perbedaan-perbedaan kultural yang ada pada siswa seperti perbedaan etnis, agama, bahasa, gender, kelas social, ras, kemampuan, dan umur.pendidikan multicultural sekaligus juga melatih karakter siswa agar mampu bersikap demokratis, humanis, dan pluralis dalam lingkungan mereka baik di sekolah maupun diluar sekolah.
Pendidikan sejatinya merupakan pendidikan yang menjunjung tinggi persamaan hak dan martabat manusia. Sebagai perspektif yang mengakui realitas politik, social dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing individu dalam pertemuan manusia yang kompleks dan beragam secara kultur, dan merefleksikan pentingnya budaya, ras, gender, etnisitas, agama, status social, dan ekonomi dalam proses pendidikan.


VISI, MISI DAN TUJUAN SMA NEGERI 3 YOGYAKARTA
A.    Visi
Mewujudkan sekolah berwawasan global, berbudaya dan berkepribadian nasional, berbasis teknologi informasi yang mampu menyiapkan generasi penerus yang memiliki iman, taqwa, budi pekerti luhur, terdidik dan berkemampuan sebagai kekuatan garda terdepan dalam membangun Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Indikator Pencapaian Visi :
1)      Terwujudnya SMA Negeri 3 Yogyakarta sebagai sekolan yang berwawasan global
2)      Terwujudnya siswa SMA Negeri 3 Yogyakarta yang berbudaya dan berkepribadian nasional
3)      Pengelolaan sekolah dan proses pembelajaran yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi
4)      Lulusan SMA Negeri 3 Yogyakarta merupakan insan terdidik yang beriman, bertaqwa, dan berbudi pekerti luhur
5)      Lulusan SMA Negeri 3 Yogyakarta mampu sebagai kekuatan garda terdepan dalam membangun Bangsa dan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
B. Misi
1) Memberikan pendidikan dan pengajaran yang terbaik kepada siswa SMA Negeri 3 Yogyakarta sesuai dengan tujuan pendidikan sekolah menengah atas dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional
2) Memberikan pendidikan dan pengajaran kepada siswa SMA Negeri 3 Yogyakarta untuk menguasai ilmu pengetahuan sebagai dasar untuk dapat melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi, baik nasional maupun internasional
3) Menumbuhkan siswa SMA Negeri 3 Yogyakarta sebagai anak Indonesia yang memiliki imtaq, budi pekerti luhur, jiwa kepemimpinan, mandiri, berwawasan kebangsaan, saling menghargai dan mengormati serta hidup berkerukunan dalam kebhinekaan, baik dalam lingkup lokal, nasional maupun internasional
C. Tujuan
Tujuan Umum
Meningkatkan kecedasan, pengetahuan, kepribadian, imtaq, akhlak mulia, serta keterampilan berbasis toknologi informasi dan berkemampuan berkomunikasi peserta didik untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidkan lebih lanjut baik ditingkat nasional maupun internasional.[2]
D. PENANAMAN NILAI-NILAI MULTIKULTURAL DI SMAN 3 YOGYAKARTA
1.      Kebijakan “Pendidikan Multikultural” di SMAN 3 Yogyakarta
Keberadaan siswa yang berada di SMAN 3 Yogyakarta pada tahun 2013/2014 sebanyak 641 siswa, yang terdiri dari kelas X 206 siswa, kelas XI ada 207 siswa, sedangkan kelas XII ada 195 siswa. Siswa SMAN 3 Yogyakarta memiliki keberagaman agama diantaranya adalah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha. Dari aspek latar budaya askreptif yang dibawa orang tuanya, siswa SMAN 3 Yogyakarta juga beragam, yakni Jawa, Batak, Sunda, Tionghoa dan lainnya.
Pluralitas latar social budaya siswa sepenuhnya disadari para guru di sekolah, namun secara resmi SMAN 3 Yogyakarta tidak memiliki kebijakan tentang pendidikan multicultural karena hal ini tidak diamanatkan dalam kurikulum resmi dari pemerintah. Pendidikan multicultural di sekolah ini tergantung pada inisiatif masing-masing guru, terutama guru yang mengampu mata pelajaran dalam kategori mata pelajaran ilmu social.
2.      Sarana dan Prasarana
Pihak sekolah menyediakan mushola untuk siswa beragama Islam. Sedangkan untuk pelajar beragama Katolik ada ruang yang dipakai bersama atau bergantian dengan pelajar Kristen. Ada gedung khusus untuk kegiatan misa. Bagi pelajar beragama Hindu dan Budha tidak tersedia ruang khusus, namun setiap ada kegiatan pelajaran agama dan kegiatan lainnya, pihak sekolah selalu menyediakan ruangan yang dibutuhkan. Di SMAN 3 Yogyakarta semua pelajaran agama bagi siswa-siswinya diampu oleh guru agama yang seagama dengan agama peserta didik.
3.      Peranan Guru dalam Penanaman Nilai-Nilai Multikultural
Para guru di SMAN 3 Yogyakarta berusaha memasukkan dan menyisipkan berbagai materi yang membahas masalah keragaman budaya yang ada dalam kehidupan masyarakat di pelbagai pelosok wilayah Nusantara. Semboyan Indonesia “Bhinnekka Tunggal Ika” bermakna bahwa Indonesia terdiri dari beragam suku, ras, budaya, bahasa dan agama yang berbeda namun tetap merupakan satu bangsa yang disebut bangsa Indonesia. Para guru di sekolah mencoba menafsirkan dan menjabarkan “kebhinnekaan” bangsa Indonesia dalam materi pelajaran yang diampu, tidak ketinggalan juga penjabaran tentang “tunggal ika” untuk menegaskan komitmen bersatu dari bangsa Indonesia.
Dimensi multicultural dalam karya sastra menyangkut matra yang berbasis pluralitas budaya dalam kehidupan masyarakat yang mengkondisikan berbagai kelompok social dan berbagai budaya untuk eksis bersama bahkan terjadi interaksi budaya sehingga kadang muncul akulturasi antarbudaya. Salah satu hal yang paling penting dari peran karya sastra adalah mengembangkan kemampuan para siswa untuk memahami berbagai permasalahan moral, social dan psikologis dari perspektif budaya orang lain. Memahami berbagai masalah kehidupan manusia dari perspektif budaya orang lain merupakan hal yang sangat penting dalam konteks penanaman nilai-nilai multicultural kepada para siswa. Hal seperti ini akan membuka pemahaman tentang relativitas budaya bahwa baik dan benar dalam konteks budaya Jawa belu tentu baik menurut budaya lain. Melalui kajian sastra ini para siswa juga bisa diajak untuk menelaah perkembangan karya sastra dari masa  karya sastra klasik ke arah karya sastra modern. Guru bahasa Indonesia memiliki ‘ruang’ atau kesempatan untuk menyisipkan materi-materi yang berkaitan dengan penanaman nilai-nilai multicultural kepada siswa.
Tema-tema tentang seni dan hal lain yang berkaitan dengan budaya sering menjadi substansi yang harus ditulis atau dianalisis oleh para siswa. Dengan cara demikian, guru berusaha menumbuhkan pemahaman tentang berbagai aspek kebudayaan yang dapat diamati secara langsung atau dikaji dari berbagai sumber literature kepada siswa. Karya sastra dapat memberikan sentuhan-sentuhan emosional dan memperhalus budi pekerti para siswa sehingga mereka menjadi lebih peka terhadap penderitaan orang lain serta memiliki hati yang lebih terbuka dan mudah berempati terhadap keadaan serta permasalahan orang-orang di sekelilingnya.
Indonesia merdeka, bersatu dan tidak terbagi-bagi. Apakah Indonesia yang baru saja dibentuk (bahkan belum juga sehari diproklamasikan?) akan pecah kembali dan mungkin terjajah lagi karena sesuatu hal yang sebenarnya dapat diatasi”. Kalau Indonesia pecah, pasti daerah di luar Jawa dan Sumatera akan dikuasai  oleh Belanda dengan menjalankan politik devide at impera. Setelah terdiam sejenak akhirnya Hatta memutuskan untuk mengadakan rapat keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945. Akhirnya, perubahan pembukaan UUD itu dibicarakan secara mufakat kurang dari 15 menit. Hal ini sangat berkesan bagi Hatta dan menjadi tanda bahwa pemimpin-pemimpin tersebut pada saat itu benar-benar tengah serius mementingkan nasib dan persatuan bangsa, serta mau berempati terhadap tuntutan kelompok Katolik dan Kristen pada masa itu (Amalee, Anees dan Darraz, 2014: 90-91).
      Para guru di SMA Negeri 3 Yogyakarta sangat menyadari tentang keberagaman agama yang dianut anak didiknya, oleh karena disusun program yang bisa mempersatukan seluruh siswa dalam satu kegiatan yang melibatkan siswa dari semua agama. Guru agama Katolik di SMA Negeri 3 Yogyakarta, Pak Markus mengatakan :
“. . . kegiatan kami yang terakhir itu FRA (Festival Rohani Anak) itu kepala sukunya dan itu sebetulnya sudah biasa di SMA 3, ada yang tidak pakai jilbab, seperti itu FRA itu untuk kegiatan  Kristen dan Islam bersama saya berharap besuk kita bisa mengadakan rohani bersama-sama, yang Islam apa, Kristen apa, Hinduapa itu dalam satu  event bersama seperti itu. . .”
“. . . dibimbing oleh Bu Puji dan teman-teman guru . . . itu sudah saling membantu dalam peribadatan begitu juga kalau ada kegiatan-kegiatan kami selalu bersama, jadi kalau yang muslim ada kegiatan disana yang Kristen dan Katolik juga ikut kesana begitu sebaliknya memang indah sekali di SMA 3 itu. . .”
Kegiatan keagamaan di SMA 3 Yogyakarta tidak hanya melibatkan kalangan internal dari penganut agama tersebut, kegiatan keagamaan selalu tidak bersifat ekslusif namun melibatkan penganut agama lain baik siswa maupun guru untuk membantu penyelenggaraan kegiatan tersebut . Guru Pendidikan Agama Islam menambah gambaran kerjasama antarsiswa dan guru dari berbagai agama dalam suatu kegiatan keagamaan, ia mengatakan :
“Kebetulan kegiatan-kegiatan itu sering tidak bersamaan tapi ada undangan   misal Pak Markus itu ada acara keagamaan itu kita diundang, kemudian kalau tidak ada hal lain kita menyesuaikan misal ritual keagamaan Pak Markus kami diluar, tapi kalau ada acara Romadhon atau buka bersama dan pengajian itu Pak Markus dan kawan-kawan menunggu diluar, tapi kalau  pas buka itu kita bersama-sama, jadi semua terlibat tapi dalam  sesi terttentu saja kalau pas ritual itu kami tidak terlibat.”
Saling membantu dalam penyelenggaraan kegiatan kerohanian merupakan hal yang biasa di SMA Negeri 3 Yogyakarta namun dalam hal ritual keagamaan hanya diikuti oleh guru dan siswa yang agama. Terbangun suatu tradisi dari tahun kerjasama antara para siswa dalam penyelenggaraan kegiatan keagamaan yang melibatkan siswa dari semua penganut agama.
      Sikap inklusif dalam bergaul dan bekerjasama pada para siswa itu ditanamkan oleh semua guru agama. Demikian juga untuk guru agama Islam, sangat menekankan pesan kepada para siswa agar mereka menjalin interaksi sosial sebaik mungkin dengan semua orang, saling kenal sangat dianjurkan oleh agama.
“Pelajaran agama itu memang tidak hanya menyisipkan tapi sudah menjadi buku pelajaran, konsepnya misalnya materi yang pertama itu adalah muridnya menerima pelajaran tentang penciptaan manusia disini sudah jelas tentang penciptaan manusia itu adalah satu kesatuan asal usulnya satu jadi berkembang seperti saat ini oleh karena itu didalam kita menyampaikna kepada siswa ya harus satu kita saling menghargai dan menghormati serta saling menolong itu sudah suatu kewajiban dan itu mau tidak mau, adapun perbedaan-perbedaan itu merupakan sifat ke-Maha-Esaan Allah bahwa menciptakan manusia itu berbeda-beda, ia kalau berbeda tentu saja mempunyai kebiasaan berbeda, tapi dalam agama itu agar kita saling mengenal, jadi Allah itu menciptakan manusia itu bersuku-suku, berbangsa-bangsa itu untuk saling mengenal  (Surat Al Hujurat ayat 13), bahwa Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan kemudian Allah menjadikan mereka  bersuku-suku, berbangsa-bangsa itu untuk saling mengenal, dalam pengertian saling menghormati, saling menolong, juga dalam surat Al Hujurat itu  juga dikatakan bahwa memanggil seseorang itu yang bukan namanya misal, orang gemuk dikatakan gembrot, Cina dikatakan apa.., kalau didalam agama itu sudah ada larangannya karena apa kalau kita jelaskan itu manusia itu jika senang hati baik itu dikatakan yang bukan namanya tidak mengapa tapi jika seseorang itu dalam kondisi galau, sumpek,dan lainnya memikirkan sesuatu yang negatif  untuk dirinya. Namun demikian yang namanya anak itukan bermacam-macam keluar dari kondisi yang berbeda-beda kalau ini terjadi tapi Insya Allah sedikit dan mereka akan kembali pada prinsipnya, kalau dalam agama itu sudah ada toleransi.”
Dalam pembahasan masalah ke-Esaan Tuhan dan keberagaman makhluk ciptaan-Nya, apa yang dikatakan Ibu Hj. Siti Mariyam ini adalah gejala keberagaman merupakan sesuatu yang harus diterima, diakui dan dihargai. Tuhan itu Maha Esa dan berseda dengan makhlukNya seperti manusia, benda-benda mati, hewan, tumbuh-tumbuhan dan lainnya yang memiliki sifat plural. Tuhan Yang Maha Esa tidak bisa disifati sebagai sesuatu yang parsial dan plural. Manusia sebagaimana makhluk ciptaan-Nya yang lain, tercipta dalam kemajemukan. Semenjak dari embrio sampai dengan lahir, seorang manusia tergantung pada kehadiran ibu  dan bapak, setelah tumbuh dewasa juga harus menjalin relasi sosial yang bersifat timbal balik.
Ajaran agama Islam mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan manusia. Guru Pendidikan Agama Islam menerangkan hal ini sebagai berikut:
“Kalau yang berdasar agama itu yang boleh itu semua yang berhubungan dengan duniawi, kemasyarakatan, jadi kalau hubungannya dengan habluminallah atau keimanan itu memang terserah kepada dirinya masing-masing didalam meyakini agamanya itu yang tidak ada toleransi atau ibadah misalnya tidak bisa dicampur adukkan tetapi selain dua itu perintah Allah untuk dikerjakan, karena manusia itu ilmunya sangat sedikit. Kalau habluminallah itu kita yakin Allah hanya Allah saja tidak ada yang lain tidak boleh dicampuradukkan dengan yang lain. Kemudian dari segi ibadah dalam Islam itu tidak ada ketentuan dari Allah ini sudah tidak bisa dirubah lagi, tidak boleh dicampuradukkan misal hari ini ke masjid besok ke gereja itu tidak boleh, tapi kalau saling menghormati ada yang memberikan kesempatan beribadah kepada agama lain itu adalah suatu habluminannas, jadi hal-hal yang tidak menyangkut cara beribadah yang sudah ditentukan. Untuk itu anak-anak kita berikan bekal seperti bagaimana kita dalam menyikapi berbagai ragam dan berlomba-lomba dalam kebaikan.”
      Interaksi sosial setiap orang seharusnya dilandasi dengan niat untuk berbuat baik dengan sesamanya. Keberagaman justru menjadikan tantangan bagi setiap muslim untuk besikap terbuka dan membuka dirinya untuk mengenal orang lain bahkan orang yang berbeda suku dan bangsa.
      Gejala keragaman merupakan fitrah dan sunnah Allah yang mengandung hikmah atau pelajaran penting bagi setiap orang agar berdialog dan bersikap toleran terhadap orang-orang atau pihak-pihak lain yang berbeda pendapat. Ketika Nabi Muhammad saw memperkenalkan agama Islam kepada masyarakat Mekkah dan Madinah yang beragam suku dan agamanya, Kristen, Yahudi dan Zoroaster. Rosulullah saw sering menggunakan metode dialog dengan mereka, sehingga Islam dapat hidup berdampingan secara damai dengan komunitas non-Muslim. (Aly, 2011:122-123).
      Semangat dialogis menjadi misi dari pembinaan organisasi siswa di SMA 3 Negeri Yogyakarta. Kemampuan menyampaikan pendapatan kepada teman siswa menjadi salah satu arah pembinaan organisasi siswa dikelola dengan norma demokrasi. Pemilihan ketua OSIS dari siswa non-muslim keturunan Tionghoa. Pada masa persiapan pemilihan ketua OSIS biasanya guru Bimbingan dan Konseling selalu mengajak berdialog terlebih dahulu bagi calon-calon ketua untuk memaparkan visi misi para calon ketua OSIS tersebut agar selaras.
            “. . . disitu mereka punya visi misi dan yel-yel seperti kampanye 3 hari sebelum hari pelaksanaan tapi tidak nampak perbedaan kalau individu itu tidak menunjukkan kerusuhan atau pertengkaran...”
Demokrasi dalam OSIS melibatkan para siswa melalui lembaga perwakilan dalam membangun wacana tentang kepentingan para siswa selamanya. Dalam sistem demokrasi seperti ini, perbedaan sudut pandang harus diselesaikan melalui proses advokasi dan penyatuan informasi terbaik untuk mencari solusi atas perbedaan pandangan tersebut. Orasi calon pemimpin organisasi kesiswaan ini bertujuan untuk membujuk para siswa yang lain agar mendukung visi misi melalui argumentasi yang kuat dan memikat. Demokrasi dalam organisasi kesiswaan juga berarti proses pembelajaran para siswa yang lain untuk mengatasi konflik antar pribadi dan antar kelompok sehingga semua pihak yang bersengketa merasa mendapat manfaat dan percaya bahwa mereka telah diperlakukan dengan adil serta sama. Manfaat dari pengembangan institusi demokrasi dalam organisasi OSIS ini adalah melatih para siswa bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Melalui organisasi kesiswaan ini, setiap anak didik dilatih untuk bertanggungjawab dengan melakukan peran yang semestinya dalam menjalin hubungan kerjasama yang baik antar siswa. Salah satu hal yang penting kaitanya dengan nilai-nilai multikultural, organisasi siswa yang dikelola secara demokratis ini dibangun diatas kepercayaan bahwa setiap siswa terlepas dari jenis kelamin, etnis dan agama dianggap setara dan memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi mencapai tujuan organisasi kesiswaan.
      SMA 3 Negeri Yogyakarta telah berhasil membangun komunitas sekolah sehingga setiap siswa bahkan para alumni selalu merasa bangga. Kebanggan korp yang tinggi ini memotivasi setiap siswa untuk berprestasi sebaik mungkin.[3]



VISI, MISI DAN TUJUAN SMA NEGERI 5 YOGYAKARTA
A.    Visi SMAN 5 Yogyakarta
SMAN 5 Yogyakarta mempunyai visi “terwujudnya sekolah yang mampu menghasilakan lulusan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, cerdas mandiri, berbudaya, peduli lingkungan, cinta tanah air serta berwawasan global”. Visi tersebut merupakan pedoman dasar bagi SMAN 5 Yogyakarta dalam merancang dan melakukan kegiatan sekolah.[4]
B.     Misi SMAN 5 Yogyakarta.
Misi SMAN 5 Yogyakarta adalah sebagai berikut[5]:
1.      Melaksanakan pembelajaran berwawasan imtaq.
2.      Mengintensifkan kegiatan keagamaan di sekolah.
3.      Membimbing, melatih, menyiapkan siswa untuk berprestasi dalam berbagai kegiatan akademik dan non akademik.
4.      Menumbukan semangat kewirausahaan melalui kegiatan ekstrakurikuler.
5.      Mencintai lingkungan dengan melaksanakan 7K (kekeluargaan, kebersihan, ketertiban, keamanan, keindahan, dan kerapian.)
6.      Meningkatkan rarasa nasionalisme dengan melaksanakan upacara bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya setiap awal PBM.
7.      Meningkatkan penguasaan berbagai bahasa aing dalam berkomunikasi.
8.      Meningkatkan rasa cinta terhadap budaya bangsa.

C.     Tujuan SMAN 5 Yogyakarta.
Setiap lembaga pendidikan mempunya tujuan masing-masing dalam proses pendidikan yang dilakukan. Tujuan SMAN 5 Yogyakarta dalam mencapai visi sekolah yaitu[6]:
1.      Menghasilkan generasi yang berwawasan imtaq dan iptek.
2.      Menghasilkan generasi yang bermoral, displin, jujur, mandiri, berdidikasi, dan bertanggung jawab.
3.      Menumbuhkan bakat dan prestasi siswa dibidang akademik maupun non akademik.
4.      Mewujudkan generasi berwawasan kebangsaan dan cinta tanah air.
5.      Menghasilakn lulusan yang mampu berperan aktif dalam masyarakat global.
Berdasarkan visi, misi, dan tujuan sekolah diatas, tampak bahwa sekolah memperhatikan nilai-nilai multikultural-religius, seperti cinta tanah air, yang menumbuhkan nasionalisme cinta budaya, budaya jujur, ,mandiri, generasi yang peka, dan peduli lingkungan. Visi dan misi sekolah tersebut merupakan pedoman dalam proses pendidikan di sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Penerapan dari visi dan misi yang mengandung nilai multikultural dan religius tersebut merupakan pelaksanaan dari pendidikan multikultural-religius dengan melihat kegiatan atau budaya yang ada di sekolah.
D.    NILAI-NILAI MULTIKULTURAL-RELIGIUS DI SMAN 5 YOGYAKARTA YOGYAKARTA
Nilai pendidikan multikural-religius di SMAN 5 Yogyakarta penulis bagi menjadi dua, yaitu nilai pendidikan multikultural-religius dalam konsep dan nilai pendidikan multikultural-religius dalam implementasinya.[7]
1.      Konsep pendidikan multikural-religius di SMAN 5 Yogyakarta.
SMAN 5 Yogyakarta merupakan sekolah berbasis agama dan budaya, dimana dalam kegiatan sekolah selalu didasarkan pada nilai agama dan nilai budaya yang ada. Nilai agama dan budaya tersebut dikembangkan dengan melaksanakan pendidikan multikultural dan pendidilan religius dengan mengintegrasikan keduanya sehingga pendidikan multikultural dan pendidikan religius dapat dilaksanakan secara bersama.
Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan waka kurikulum yaitu:
“…. SMAN 5 memang sangat menjunjung nilai agama mbak, sehingga sekolah dinobatkan sebagai sekolah agama berbasis afeksi. Nilai agama menjadi dasar pembentukan karakter religius di sekolah. Selain nilai agama, sekolah juga sangat menjungjung nilai budaya bangsa yang ada dalam rangka membentuk karakter bangsa. Dan nilai budaya itu sesungguhnya telah ada didalam nilai agama sendiri”.[8]
 Dari pernyataan diatas, dapat diperoleh konsep pendidikan multikultural-religius yang dilaksanakan di SMAN 5 Yogyakarta adalah pendidikan yang menghargai keberagaman budaya yang ada dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, yang nilai agama dan budaya itu daiambil dari nilai-nilai agama. Nilai-nilai agama tersebut diambil dari nilai yang terkandung dalam al-Qur’an dan hadist.
Pelaksanaan pendidikan multikultural-religius SMAN 5 Yogyakarta dalam konsepnua juga tercantum dalam pengembangan kurikulum disekolah. Model yang kurikulum yang digunakan SMAN 5 Yogyakarta adalah model KTSP (Kurikulum Tingkatan Satuan Pendidikan) berbasis afeksi. Secara keseluruhan stuktur dan muatan KTSP yang dijelaskan dalam pasal 6 dan 7 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Akan tetapi ada beberapa muatan kurikulumnya yang dikembangkan sesuai karakter SMAN 5 Yogyakarta.
2.      Implementasi pendidikan multikural-religius di SMAN 5 Yogyakarta.
Pendidikan multikultural-religius di SMAN 5 Yogyakarta diimplementasikan melalui pengintegrasikan kedalam mata pelajaran kegiatan sekolah yang merupakan budaya dari sekolah. Budaya sekolah yang merupakan religious culture sangat efektif dalam menanamkan pendidikan multikutural-religius di sekolah. Berikut nilai-nila multikultural religius yang ditanamkan dalam budaya sekolah yaitu[9]:
a.       Nilai Demokrasi.
Nilai demokrasi merupakan salah satu nilai pendidikan mutikultural-religius yang ditanamkan di SMAN 5 Yogyakarta. Yang memperhatikan nilai kebebasan, nilai kejujuran, nilai keterbukaan, dan nilai keadilan.
1.      Pemilos.
Pemilos bertujuan untuk memilih calon-calon ketua OSIS, tanpa memandang latar belakang agama, sosial ekonomi, suku, ataupun bahasa. Kegiatan ini juga salah satu dari pelaksanakan pendidikan multikultural sekaligus pendidikan religius karena pelaksanaannya juga menjunjung tinggi nilai kejujuran dan keadilan dengan menjauhi kecurangan- kecurangan.
2.      MPK.
MPK atau kepanjangannya adalah Majelis Perwakilan Kelas adalah sebuah organisasi diats OSIS yang mrngurusi SMAN 5 dalam hal yang menjadi wadah penyaluran dari masing-masing kelas untuk menyampaikan usulan ataupun pendapat untuk sekolah. Dari nilai MPK tersebut, terlihat bahwa nilai demokrasi ditanamkan di SMAN 5 Yogyakarta yang memegang teguh keterbukaan dengan memberikan kesempatan dan kebebasan dalam menyampaikan pendapatnya. 
3.      Kantin Kejujuran.
Dengan kantin kejujuran anak dilatih untuk jujur terhadap dirinya sendiri, dengan membeli kebutuhannya dan membayarnya sesuai dengan apa yang dibeli. Dalam hal ini, rasa tanggung jawab siswa dibiasakan dengan kantin kejujuran.
b.      Nilai Toleransi.
Toleransi dalam ajaran Islam dikenal dengan istilah tasamuh, yang merupakan sikap saling menghormati, menghargai, saling bekerja sama, dan saling peduli. Toleransi diberikan dengan tidak membandingkan latar belakang budaya, agama, gender, sosial, ekonomi, maupun suku, yang ditanamkan melalui buday sekolah seperti:
1.      Fasilitas Kegiatan Keagamaan.
Fasilitas yang ada di sekolah diberikan sama tanpa membedakan satu sama lain. Termasuk fasilitas kegiatan keagamaan diberikan sesuai porsi yang dibutuhkan, seperti fasilitas ruang keagamaan, kegiatan keagamaan dan lainnya. SMAN 5 Yogyakarta meberikan ruang dalam pembelajaran keagamaan sesuai dengan keadaan agama yang ada di sekolah seperti masjid bagi agama Islam, ruang khusus agama Kristen dan Katholik.
Selain fasilitas ruang, toleransi diberikan dengan memberikan kebebasan dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan yang dikembangkan di sekolah, diantarnya tadarus al-Qur’an, jamaah sholat Dhuhur, sholat Dhuha, dan sholat Jum’at, pesantern kilat, mentoring, MABIT, PHBI (Peringatan Hari Besar Islam), pembinaan keimanan non muslim, retret, ziarah, dan paskah bersama.
2.      Peringatan Hari-hari Besar Agama.
Peringatan hari besar agama seperti Idul Fitri, Idul Adha, Perayaan Natal, dan lainnya merupakan bentuk toleransi antar agama. Sekolah dalam menyikapi perbedaan keyakinan tersebut telah memberikan kebebasan dalam melaksankan hari besar agamanya masing-masing. Bentuk toleransi yang telah terjalin ketika peringatan hari besar agama diantaranya ketika hari raya Idul Fitri, yang non-muslim menghargai yang muslim dengan ucapan hari raya Idul Fitri. Dan ketika yang berhari raya adalah non-muslim maka yang muslim tidak mengganggunya dan menghinanya.
c.       Nilai Persaudaraan.
  Persaudaraan yang terjalin di SMAN 5 Yogyakarta telah terbentuk dari budaya sekolah yang ada seperti:
1.      Pagi Simpati.
                  Pagi simpati di SMAN 5 Yogyakarta adalah program rutin yang dilaksanakan setiap pagi dalam rangka penyambutan peserta didik dengan menerapkan 3S (Salam, Senyum, Sapa). Dalam pagi simpati itu terdapat nilai pendidikan multkultural-religius yang dilaksanakannya, seperti persaudaraan yang terjalin sangat kuat, tanpa membedakan satu sama lain, rasa kepedulian antar sesama dan ada kenyamanan tersendiri yang dirasakan oleh peserta didik melalui pagi simpati karena peserta didik diperhatikan dan diterima apa adanya oleh sekolah.
2.      Pengajian kelas dan keluarga besar.
                  Kegiatan pengajian kelas atau pengajian keluarga besar yang dilakukan di SMAN 5 Yogyakarta tersebut mengandung nilai pendidikan multikultural-religius yaitu menambah religiusitas dan persaudaraan antar sesama serta kepedulian satu sama lain.
3.      Kotak Geser.
                  Kotak geser (Gerakan Seratus Rupiah) merupakan budaya sekolah yang dilaksanakan dengan tujuan membantu peserta didik yang kesulitan dalam membeli buku pelajaran, iuran-iuran, atau membayar SPP.
4.      Infaq Masjid.
                  Infaq masjid di SMAN 5 Yogyakarta dilakukan setiap jum’at. Hasil infaq disalurkan untuk menyantuni fakir miskin dan anak yatim. Ini bertujuan untuk melatih peserta didik untuk peduli dengan sesama yang membutuhkan saluran tangan dari kita.
5.      Kunjungan Panti Asuhan.
                  Kunjugan panti asuhan yang dilakukan di SMAN 5 Yogyakarta bertujuan untuk mempererat persaudaraan, meraskan apa yang dirasakan oleh saudara yang ada diluar sana dan rasa syukur atas apa yang telah diberikan tuhan.
6.      Menjenguk guru, karyawan, atau siswa yang sakit.
Mendoakan dan menjenguk bersama merupakan kepedulian terhadap sesama tanpa memandang agama, suku, ekonomi. Kebudayaan tersebut menyatukan kerukunan dan perasudaraan antar warga sekolah yang terlihat dari interaksi yang harmonis satu sama lain.
d.      Nilai Nasionalisme.
            Nasionalisme adalah rasa kebanggaan diri terhadap bangsa dan tanah air, karena dengan kebanggaan tersebut timbul rasa cinta terhadap tanah air. Nasionalisme yang ditanamkan di SMAN 5 Yogyakarta dapat dilihat dari budaya sekolah separti:
1.      Upacara setiap hari senin dan hari besar nasional.
                  Kegiatan rutin yang pasti dilakukan di SMAN 5 Yogyakarta dalam rangka menubuhka jiwa nasionalisme peserta didik adalah upacara bendera setiap hari Senin. Selain itu, upacara juga dilakukan dalam memperingati hari besar nasional lainnya, seperti sumpah pemuda, hari pendidikan nasional, dan lainya. Kegiatan tersebut melatih jiwa peserta didik untuk bangga dan mencintai tanah airnya dimanapun ia berada.
2.      Menyanyikan lagu Indonesia Raya sebelum pembelajaran.
                  Menyanyikan lagu Indonesia Raya sebelum pembelajaran yang dipandu instrumen dari pusat sekolah, semua warga sekolah baik didalam kelas maupun diluar kelas. Kegiatan bertujuan untuk menumbuhkan persatuan dan kesatuan bahwa semua warga yang ada disekolah ini dari latar budaya yang berbeda-beda, tapi kita semua sama yaitu warga Indonesia.
E.     Output Pelaksanaan Pendidikan Multikultural-religius dalam Pembeljaran PAI yang Demokratis.
Pelaksanaan pendidikan multikulrural-religius dapat dikatakan berhasil jika sudah mencapai tujuan dari pembelajaran PAI dalam model demokratis. Hasil dari pelaksanaan pendidikan multikultural-religius dalam pembelajaran PAI yang penulis peroleh antara lain[10]:
1.      Berpikir kritis dan saling menghargai.
2.      Menumbuhkan kerjasama yang baik antar siswa maupun anatar guru.
3.      Minimnya prasangka-prasangka negatif.
4.      Persaingan sehat dalam meraih prestasi
BAB III
ANALISIS DAN KESIMPULAN TERHADAP NILAI-NILAI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI SMA NEGERI 3 YOGYAKARTA DAN SMA NEGERI 5 YOGYAKARTA
Pendidikan multikultural di SMA Negeri 3 Yogyakarta ditanamkan melalui kegiatan dan organisasi, yang lebih dominan yakni budaya organisasi (OSIS). Melatih peserta didik berjiwa sosial dan pandai bersosialisasi serta komunikasi. Adapun dalam organisasi itu tidak semua muslim, tapi terdiri dari beberapa agama (Kristen, Hindu, Budha). Pada pelaksanaannya nilai-nilai multikulural itu muncul dengan sendirinya, adapun teorinya sebagian besar didapat dari pendidikan kewarganegaraan dan pancasila maupun lewat mata pelajaran pendidikan agama Islam, agama Kristen, Hindu, Budha. Budaya multikultural di SMA Negeri 3 Yogyakarta sudah ada dan bagus (dilihat dari data dan informasi di referensi yang terkait).
Sedangkan nilai-nilai pendidikan multikultural SMAN 5 Yogyakarta lebih mengarah ke konseptual dan aplikasi (praktik). Secara konsep dapat dilihat dari visi, misi, tujuan, semboyan, dan kurikulumnya yang menghargai budaya yang ada dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, yang diambil dari nilai yang terkandung dalam al-Qur’an dan hadist. Sedangkan secara aplikatif, pendidikan multikultural dilaksanakan berdasarkan budaya di sekolah dengan menanamkan nilai demokrasi, nilai toleransi, nilai persaudaraan,dan nilai nasionalisme.
Dari hasil analisis data diatas kami menyimpulkan, pendidikan multikultural yang ditanamkan di SMAN 3 melalui kegiatan dan organisasi yang bertujuan untuk melatih jiwa sosial dan pandai bersosialisasi serta berkomunikasi. Sedangkan di SMAN 5 pendidikan multikultural ditanamkan melalui konsep yang dibuat oleh sekolah melalui visi, misi, dan tujuan sekolah, serta dengan kegiatan yang mendukung dan menumbuhkan sikap multikultural seperti penanaman dengan membuat kegiatan yang mengandung nilai demokrasi, nilai toleransi, nilai persaudaraan, dan nilai nasionalisme.
IMPLIKASI BAGI CALON GURU PAI
Melalui pendidikan multikultural, peserta didik yang datang dari berbagai latar belakang yang berbeda dibimbing untuk saling mengenal suku, agama, budaya, cara hidup, dan adat istiadat. Selain itu, peserta didik diajari unruk memahami makna bhinneka tunggak ika dan mengimplementasikan dalam interaksi sosial mereka dengan komunitas sekolah dan komunitas di luar sekolah.
Tujuan pendidikan multikultural membawa kepada kedamaian. Dan Islam adalah agama yang mengajarkan kedamaian bahkan kita senantiasa menebar kedamaian. Entah itu dalam sholat ( baca: salam setelah sholat) maupun sapa dengan salam. Adapun konsep damai membawa konotasi yang positif; hampir tidak ada orang yang menentang perdamaian. Perdamaian merupakan tujuan utama dari kemanusiaan. Tiap orang memiliki pandangan berbeda tentang apakah damai itu, bagaimana mencapai kedamaian, dan mungkinkah perdamaian benar-benar terjadi. Jadi sebagai calon guru pendidikan agama Islam setelah tahu teori dan ilmu maka tahap selanjutnya pengamalan pendidikan multikultural, khususnya di sekolah menengah dan lebih urgennya di lingkungan kampus sebagai mahasiswa pendidikan agama Islam yang berwawasan multikultural.




DAFTAR PUSTAKA
Dian Anggini, 2015. Skripsi Pelakasanaan Pendidikan Multikultural Religius dalam Pembelajaran PAI yang Demokratis Kelas X di SMAN 5 Yogyakarta. Yogyakarta:UIN Sunan Kalijaga.

Digital Library “Visi, Misi dan Tujuan SMA Negeri 3 Yogyakarta” .Yogyakarta:UIN Sunan Kalijaga.

Sulityo, Noor.2014.IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI SMA DIY Yogyakarta:Badan Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta (BPNB).




[1] Dian Anggini , Skripsi Pelakasanaan Pendidikan Multikultural Religius dalam Pembelajaran PAI yang Demokratis Kelas X di SMAN 5 Yogyakarta. (Yogyakarta:UIN Sunan Kalijaga ,2015),hlm.11.

[2] “Visi, Misi dan Tujuan SMA Negeri 3 Yogyakarta” Digital Library. UIN Sunan Kalijaga. Diunduh 4 April 2015 pukul 13:00 WIB.
[3] Noor Sulityo, IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI SMA DIY ( Yogyakarta: BPNB,2014), hlm.52.
[4] Dian Anggini, Skripsi Pelakasanaan Pendidikan Multikultural Religius dalam Pembelajaran PAI yang Demokratis Kelas X di SMAN 5 Yogyakarta. (Yogyakarta:UIN Sunan Kalijaga ,2015)
[5] Ibid., hal.39
[6] Ibid., hal.39
[7] Ibid,. hal.54.
[8] Hasil wawancara penulis skripsi dengan ibu Sri Suyatmi selaku waka kurikulum SMAN 5 Yogyakarta pada tanggal 15 Oktober 2015.
[9] Ibid., hal 61.
[10] Ibid., hal 99.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah: TEORI-TEORI KEBIJAKAN PUBLIK: PROSES DAN PERUMUSAN

TEORI-TEORI KEBIJAKAN PUBLIK: PROSES DAN PERUMUSAN Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah   “Kebijakan dan Kepemimpinan ...